Penelitian Fosil Langka, Nenek Moyang Manusia Mungkin Belum Mirip Kera

By Ricky Jenihansen, Rabu, 5 Januari 2022 | 07:00 WIB
Rekonstruksi Rudapithecus. (Jhon Sibbick)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah penemuan fosil langka berumur 10 juta tahun memberikan pandangan baru tentang evolusi manusia. Penelitian dari fosil tersebut menunjukan bahwa nenek moyang manusia mungkin tidak memiliki bentuk seperti kera Afrika modern.

Fosil langka tersebut ditemukan di dekat sebuah kota tua pertambangan di Eropa Tengah yang dikenal karena air tambangnya yang berwarna biru kehijauan yang indah, di sanalah terdapat fosil kera langka, Rudapithecus. Selama 10 juta tahun, fosil kera itu menunggu di Rudabanya, Hungaria, untuk menambahkan kisahnya tentang asal usul bagaimana manusia berevolusi.

Rudapithecus cukup mirip kera dan mungkin bergerak di antara cabang-cabang seperti yang dilakukan kera sekarang, ia dapat berdiri tegak dan memanjat dengan tangannya. Namun, itu berbeda dari kera besar modern yang memiliki punggung bawah yang lebih fleksibel, yang berarti ketika Rudapithecus turun ke tanah, ia mungkin memiliki kemampuan untuk berdiri tegak seperti manusia.

Dari hasil penggalian tersebut, didapati terhadap fosil tulang panggul atau pelvis yang merupakan tulang kerangka yang paling informatif namun jarang terawetkan dengan baik. Tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Carol Ward di University of Missouri menemukan bahwa bipedalisme manusia atau kemampuan orang untuk bergerak dengan dua kaki, mungkin memiliki asal moyang leluhur yang lebih dalam daripada yang diperkirakan sebelumnya. Rincian penelitian tersebut telah dipublikasikan di Journal of Human Evolution secara daring dengan judul "A late Miocene hominid partial pelvis from Hungary".

Pelvis Rudapithecus ditemukan oleh David Begun, seorang profesor antropologi di Toronto University yang mengundang Ward untuk bekerja sama dengannya untuk mempelajari fosil ini. Dari studinya Rudapithecus menurutnya adalah kerabat manusia dan kera Afrika modern, sebuah kejutan karena lokasinya di Eropa. Tetapi informasi tentang postur dan penggeraknya terbatas, sehingga penemuan panggul menjadi penting.