Bukan Ukuran yang Menentukan Seberapa Mematikannya Dampak Meteorit

By Wawan Setiawan, Rabu, 5 Januari 2022 | 09:00 WIB
Menurut studi baru, ukuran bukanlah masalah, tetapi komposisi batuan menentukan seberapa mematikannya dampak meteorit. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru dari University of Liverpool telah menemukan bahwa mineralogi batuan yang terkena meteorit, bukan ukuran tumbukannya, menentukan seberapa mematikan dampak yang akan ditimbulkannya. Sebelumnya, kita telah terfokus pada ukuran, semakin besar ukuran meteorit, maka akan semakin besar pula dampak yang ditimbulkan. Namun, penelitian baru ini, telah membuka pandangan lain tentang hal itu.

Bumi telah dibombardir oleh meteorit sepanjang sejarahnya yang panjang. Dampak meteorit menghasilkan debu atmosfer dan menutupi permukaan bumi dengan puing-puing dan telah lama dianggap sebagai pemicu kepunahan massal sepanjang sejarah Bumi.

Sebuah tim peneliti multidisiplin dari University of Liverpool dan Instituto Tecnológico y de Energías Renovables, Tenerife dengan keahlian dalam paleontologi, stratigrafi asteroid, mineralogi, mikrofisika awan dan pemodelan iklim, berusaha untuk mengeksplorasi mengapa beberapa meteorit menyebabkan kepunahan massal, misalnya saja tumbukan K-Pg (Cretaceous-Paleogene) Chicxulub yang diyakini telah membunuh dinosaurus. Akan tetapi ada yang berukuran lebih besar justru tidak berdampak. Apa yang menyebabkannya?

Dalam foto ini, salah satu kelompok sains, David Kring, menunjuk ke batas K-Pg di singkapan batu di Colorado. (David Kring/IODP Expedition 364)

Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, batas K-Pg secara integral terkait dengan dampak asteroid Chicxulub. Dampaknya telah menciptakan lapisan abu, iridium, dan puing-puing lainnya dengan memuntahkan pecahan batu dan asteroid ke seluruh dunia. Dampaknya juga telah menyebabkan kepunahan massal yang mengubah Bumi secara drastis. "Dampak Chicxulub" dan "batas K-Pg" sangat terkait sehingga hampir identik.

Untuk penelitian ini, para peneliti harus menganalisis 44 dampak selama 600 juta tahun terakhir menggunakan metode baru, yaitu menilai kandungan mineral dari debu yang dikeluarkan ke atmosfer saat tumbukan.

Temuan mereka, yang diterbitkan dalam Journal of the Geological Society of London pada 01 Desember 2021 berjudul Meteorites that produce K-feldspar-rich ejecta blankets correspond to mass extinctions, mengungkapkan bahwa meteorit yang menabrak batu yang kaya potasium feldspar (mineral umum dan agak jinak) selalu sesuai dengan episode kepunahan massal, terlepas dari ukurannya.

Baca Juga: Kepunahan Masa Kelam Usai Hujan Meteor yang Memusnahkan Dinosaurus

Potassium feldspar tidak beracun. Namun, ini adalah aerosol mineral nukleasi es yang kuat yang sangat memengaruhi dinamika awan, yang membuatnya membiarkan lebih banyak radiasi matahari. Ini pada gilirannya menghangatkan planet ini dan mengubah iklim. Atmosfer juga menjadi lebih sensitif terhadap pemanasan dari emisi gas rumah kaca, seperti letusan gunung berapi yang besar.

Melansir Tech Explorist, Ahli sedimentologi Liverpool, Dr Chris Stevenson, dari fakultas Ilmu Bumi, Kelautan dan Ekologi Universitas yang turut menulis penelitian ini mengatakan, "Selama beberapa dekade para ilmuwan telah bingung mengapa beberapa meteorit menyebabkan kepunahan massal, dan yang lainnya, bahkan yang sangat besar, tidak?”

Ilustrasi akibat yang ditimbulkan dari tabrakan asteroid Chicxulub yang diyakini telah menyebabkan dinosaurus punah. (Victor Leshyk)