Kenapa Sakit Mental Dianggap Kurang Penting Ketimbang Sakit Fisik?

By Hanny Nur Fadhilah, Rabu, 5 Januari 2022 | 10:00 WIB
Ilustrasi penyakit mental. (Sydney Sims/ Unsplash)

Beberapa individu mengembangkan depresi di atas kesedihan mereka. Sekali lagi, selama bertahun-tahun melihat rasa sakit kesedihan yang paling parah sebagai hal yang wajar dan Anda harus melewatinya, seolah-olah itu adalah keharusan moral.

Salah satu psikiater menceritakan pengalamannya saat mengalami dengan pasien saya sendiri dan mereka yang dirujuk oleh terapis adalah bahwa terapi mereka menjadi jauh lebih baik ketika depresi dan kecemasan mereka diobati. Rasa sakit karena depresi mengumumkan masalahnya, tetapi setelah itu hanya pertumbuhan yang dibutuhkan untuk melewatinya.

Baca Juga: Benarkah Bahwa Facebook Abaikan Kesehatan Mental Pengguna Remajanya?

Jadi, dalam konteks ini ialah rasa sakit mental terlalu sering menjadi sasaran pemeriksaan yang tidak perlu. Pengobat, terutama dokter, harus peka terhadap rasa sakit psikologis, terutama kecemasan. Melakukan hal itu tidak berarti memberikan obat. Itu bisa berarti berbicara, menasihati beberapa hari libur, menyarankan mereka curhat pada teman atau anggota keluarga, atau bahkan terapi. Tapi itu berarti pengobat harus membantu dalam beberapa cara. Menyebut gejala orang tersebut "hanya khawatir" berarti mengabaikannya sebagai hal yang biasa dan tidak serius.

Apa yang telah dipelajari dari studi kesedihan, serta pengobatan yang efektif untuk gangguan kejiwaan, adalah bahwa rasa sakit mental memiliki peran analog dengan rasa sakit fisik. Ini menandakan bahwa ada sesuatu yang salah; mungkin sangat salah. Seperti halnya pada gangguan fisik, kita harus belajar menilai kapan rasa sakit psikis itu berlebihan dan tidak berguna bagi pasien.

Jangan salah, kita seharusnya tidak lagi mengobati setiap keping rasa sakit mental daripada rasa sakit fisik. Ini masih menyisakan banyak pengalaman mental yang seharusnya dianggap sebagai rasa sakit yang tidak perlu.

Sebagai profesional, kita harus selalu melakukan intervensi ketika rasa sakit mental yang signifikan dan/atau melumpuhkan muncul. Selain itu, kita harus mempertimbangkan pelajaran yang dipetik tentang mengklaim bahwa rasa sakit memiliki peran khusus dalam alam, atau kehidupan moral kita.

Baca Juga: Seni yang Menyembuhkan: Upaya Tepis Krisis Mental Saat Pandemi