Banda the Dark Forgotten Trail, Upaya Merawat Ingatan Tentang Sejarah Indonesia

By , Kamis, 31 Agustus 2017 | 16:00 WIB

Jay bilang, ia tidak ingin melihat film lain sebelumnya sebagai referensi. Ia ingin film ini adalah film yang “berbeda”, yang belum pernah orang-orang lihat sebelumnya.Tak ada keterlibatan orang lain yang memengaruhi Jay dalam pembentukan idenya, bahkan produser pun tidak ikut mengintervensi.

“Saya tidak mau lihat referensi, nanti ceritanya itu akan datang kalau kita ke Bandanaira,” kata Jay.

Sewaktu di proses penulisan naskah, Irfan menuturkan bahwa ia sempat bertanya pada Jay mengenai referensi, Jay menjawab, “Kita tidak punya referensi. Karena kalau kita punya referensi, berarti tidak menarik lagi untuk dikerjakan.”

“Jadi ini benar-benar 1,5 tahun yang penuh dengan insecure,” kata Irfan. Setiap prosesnya, bagi Irfan, butuh ketahanan. Mereka tidak punya patokan yang hampir persis, seperti yang biasa dibayangkan dalam proses pembuatan film. Kesulitan ini menjadi menarik baginya.

Penduduk Negeri Salamun mandi di pantai dan bermain perahu saat matahari mulai menjelang ke peraduan. Di latar belakang, terlihat Pulau Gunungapi Banda dan Pulau Naira. (Feri Latief)

Saat proses pemilihan gambar oleh editor, gambar mana yang akan digunakan untuk film Banda. Jay menginterupsi dan melakukan proses pemilihan gambar–dari total gambar sejumlah 16 TB–tersebut  sendiri, dan proses pemilihan itu memakan waktu 2 bulan.

“Pertama saya kasih ke editor, gambar yang auto fokus dan gambar yang goyang malah dibuang. Jangan,” kata Jay, “Justru saya mau yang itu. Akhirnya saya pilih sendiri.”

Rencananya, kata Jay, ia akan memutar film Banda di sekolah-sekolah sebagai sebuah pelajaran sejarah Indonesia. Mengemas pelajaran sejarah di bangku sekolah agar menarik dipelajari.

Jay merencanakan juga akan membuat film Banda dalam narasi serta subtitle bahasa Inggris. Ia berencana mengikuti festival film dokumenter pada bulan November mendatang di Amsterdam.

“Kita mau putar film Banda di Belanda,” kata Jay, “Ketua festivalnya senang karena film ini menggambarkan Banda dari perspektif orang Indonesia, dia suka dengan konsepnya.”

Bagi Irfan, melupakan masa lalu dapat mematikan masa depan suatu bangsa. Dari film Banda ini, ia ingin menceritakan kisah masyarakat yang melarat di atas tanah yang gemah repah loh jinawi. Dan sejarah masyarakat Indonesia yang multikultural dalam memerjuangkan tanah Banda mereka.