Kerangka Bocah Neanderthal Buktikan Manusia Modern Tak Seunik yang Diduga Sebelumnya

By , Selasa, 26 September 2017 | 13:00 WIB

Sekitar 49.000 tahun silam di wilayah yang kini dikenal sebagai Spanyol, seorang anak laki-laki Neanderthal meninggal beberapa bulan sebelum ulang tahunnya yang kedelapan. Saat ini, para ilmuwan telah menguji kerangkanya secara detail—dan mereka mengklaim bahwa pertumbuhan bocah laki-laki tersebut sebagian besar serupa dengan anak-anak manusia modern.

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science itu menambah bukti-bukti terhadap gagasan yang menyatakan bahwa pertumbuhan lambat dan panjang—diduga berperan untuk membentuk otak yang lebih besar—belum tentu menjadi keunikan Homo sapiens. 

"Kami berpikir bahwa cara kita bertumbuh sangat spesifik, sangat khusus untuk spesies kita," kata pemimpin studi Antonio Rosas, kepala paleoantropologi di National Museum of Natural Sciences di Madrid, Spanyol. "Sekarang kami menyadari bahwa pola pertumbuhan lambat yang memungkinkan kita mengembangkan otak lebih besar, juga terjadi pada spesies manusia berbeda."

Selama lebih dari 200.000 tahun, Neanderthal menyebar ke Eropa, dan pada suatu waktu terbentang dari Inggris hingga hampir ke Mongolia. Pernah mendapat stereotip sebagai makhluk kasar dan kuat, sepupu kita yang telah punah ini ternyata lebih cenderung cerdas, bahkan canggih. 

Mereka menggunakan api; mereka hampir pasti menguburkan teman-temannya yang mati; dan melakukan pengobatan mandiri dengan tanaman dan jamur lokal. Sebuah studi terbaru juga mengklaim bahwa Neanderthal membangun lingkaran batu misterius dalam sebuah gua di Prancis, untuk alasan simbolis yang belum diketahui. 

Tetapi selama bertahun-tahun, perdebatan memanas di kalangan para ilmuwan seputar kemiripan pertumbuhan fisik Neanderthal dengan manusia. Apakah tubuh mereka cepat dewasa dalam "jalur cepat" perkembangan yang dialami primata seperti gorila saat ini? Ataukah Neanderthal berkembang dalam "jalur lambat" yang pernah dianggap sebagai keunikan manusia modern?

Salah satu tempat terbaik untuk mencari jawabannya adalah El Sidrón, sebuah sistem gua di barat laut Spanyol yang mengandung lebih dari 2.500 sisa kerangka Neanderthal dari 49.000 tahun lalu. Menariknya, ketujuh orang dewasa dan enam remaja yang diwakili oleh fragmen-fragmen tulang ini mungkin tinggal dalam kelompok sosial yang sama.

Tentang si bocah laki-laki

Salah satu remaja tersebut, kemungkinan besar laki-laki dan dikenal sebagai El Sidrón J1, memiliki kerangka yang cukup lengkap, sehingga memudahkan para peneliti mengetahui kehidupan dan kematiannya. 

Tengkorak Homo neanderthalensis (kiri) dan tengkorak perempuan modern Homo sapiens. (David Liitschwager, National Geographic)

J1 memiliki tinggi badan sekitar 1,2 meter dan berat sekitar 25 kilogram. Ia dominan tangan kanan. Sebelum kematiannya, ia meniru orang-orang yang lebih tua: pola keausan pada giginya menyiratkan bahwa seperti orang dewasa El Sidrón, menggunakan mulutnya sebagai "tangan ketiga" selama melakukan tugas rumah tangga. 

Tak ada jejak penyakit serius yang tertinggal di kerangkanya, kecuali beberapa email gigi yang menipis. Namun, seseorang telah meninggalkan goresan di tulang belulangnya setelah kematian anak lelaki itu, yang kemungkinan merupakan tanda-tanda kanibalisme. Kerangka tersebut juga mengawetkan jejak usia penanggalan J1, sehingga memungkinkan Rosas dan timnya untuk membandingkannya dengan kedewasaan kerangka anak laki-laki itu. 

Saat gigi terbentuk, enamel pun bertambah lapis demi lapis, membentuk garis yang bisa dihitung selayaknya lingkaran tahun pada batang pohon. Setelah menguji salah satu geraham milik J1, para peneliti memperkirakan, anak laki-laki itu berusia 7,7 tahun saat ia meninggal. 

Ketika tim peneliti membandingkan kerangka J1 dengan ribuan kerangka anak manusia modern, J1 sangat menyerupai anak-anak modern berusia tujuh dan delapan tahun. Singkatnya, J1 tumbuh dengan cara yang tidak bisa dibedakan dari anak-anak saat ini. 

Meski begitu, tim Rosas menemukan bahwa tengkorak anak laki-laki Neanderthal itu sedikit berbeda dari tengkorak modern. Pada permukaan tengkorak bagian dalam milik J1, terdapat tanda-tanda tempurung kepala tersebut mungkin mengalami tekanan dari otak yang bertumbuh. Otak anak laki-laki itu sekitar 88 persen dari rata-rata otak Neanderthal dewasa.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa otak anak laki-laki itu masih berkembang, demikian argumen para peneliti. Jika demikian, maka berarti pertumbuhan otak J1 lebih lambat dibandingkan manusia modern, yang otaknya berhenti tumbuh sebelum usia tujuh tahun. 

Perdebatan panas

Tak semua peneliti sepakat dengan logika Rosas, karena ia hanya menelit satu sampel. Ahli paleoantropologi Marcia Ponce de León and Christoph Zollikofer dari University of Zurich juga berpendapat bahwa Neanderthal mengalami perkembangan fisik seperti manusia. Meski mereka memuji studi ini secara keseluruhan, mereka mengatakan bahwa tidak ada bukti statistik yang menunjukkan bahwa otak J1 berkembang lebih lambat ketimbang manusia modern. 

Ponce de León dan Zollikofer mengatakan, otak J1 memang kecil untuk ukuran orang dewasa, namun sulit dipastikan tanpa adanya perbandingan lain. Beberapa Neanderthal dewasa bahkan memiliki otak yang lebih kecil dibanding J1—dan beberapa Neanderthal yang lebih muda ketimbang J1 memiliki otak lebih besar. 

Rekonstruksi wajah Neanderthal (National Geographic)

"Sementara kita mengetahui volume otak J1 di El Sidrón saat kematiannya, kita tak tahu tentang volume yang mungkin dicapai saat ia dewasa," ujar mereka. "Namun, secara keseluruhan, studi ini menunjukkan kasus meyakinkan tentang perkembangan lambat pada Neanderthal,  dan menggugurkan gagasan bahwa perkembangan lambat adalah keunikan manusia."

Tanya Smith, ahli gigi Neanderthal yang berafiliasi dengan Harvard dan Griffith University, juga mengutarakan keraguannya. Ia mengatakan bahwa kesimpulan para peneliti akhirnya bergantung pada akurasi usia gigi, tetapi metode penanggalan mereka berdasarkan pada beberapa ansumsi. Ia juga sepakat dengan Zollikofer dan Ponce de León: Hanya karena otak J1 dibawah ukuran rata-rata, bukan berarti organ tersebut masih terus tumbuh. 

"Saya pikir kita cukup tahu tentang variasi perkembangan dalam spesies hidup untuk tidak membuat kesimpulan dari fosil tunggal," pungkasnya.