Apakah Gula Bisa Sebabkan Kita Menjadi Sakaw?

By , Senin, 9 Oktober 2017 | 16:30 WIB

Lamanya gejala ‘sakaw’ yang sangat tidak mengenakkan menyusul “detoksifikasi” gula bervariasi. Ada orang yang dengan cepat menyesuaikan diri untuk berfungsi tanpa gula, tetapi ada juga orang yang mungkin mengalami keinginan kuat sangat menyiksa dan luar biasa sulit menahan godaan makanan bergula.

Gejala-gejala ketagihan dianggap merupakan faktor-faktor kepekaan individual terhadap gula maupun penyesuaian ulang sistem dopamin terhadap suatu eksistensi tanpa gula. Penurunan sementara tingkat dopamin dipandang menyebabkan banyak gejala psikologis termasuk keinginan luar biasa, terutama bila lingkungan kita penuh dengan godaan yang manis-manis yang harus Anda lawan.

!break!

Mengapa meninggalkan gula?

Menyingkirkan gula dari makanan Anda barangkali tidak mudah, karena begitu banyak makanan yang diproses (processed food) dan makanan cepat saji menambahkan gula yang tersembunyi dalam komposisinya. Beralih dari gula ke pemanis (Stevia, aspartam, sukralose) bisa menurunkan kalori, tetapi tetap saja mengumpani kecanduan pada yang manis-manis. Sama halnya dengan “pengganti” gula seperti agave, sirup beras, madu, dan fruktosa; mereka tak lebih dari gula yang menyamar, dan mengaktifkan sistem imbalan otak sama cepatnya dengan gula pasir.

Secara fisik, menyingkirkan gula dari makanan Anda bisa membantu menurunkan berat badan, mengurangi jerawat, dan bisa menghilangkan kelesuan pukul tiga sore di tempat kerja dan sekolah yang Anda alami. Dan jika Anda mengurangi konsumsi gula, makanan-makanan mengandung gula yang tadinya dikonsumsi berlebihan bisa terasa kelewat manis karena penyesuaian pengecap kemanisan Anda, dan itu sudah cukup untuk menjauhi konsumsi berlebihan!

Artikel ini telah ditayangkan pertama kali di The Conversation dengan judul Fakta atau mitos—apakah gula bikin kecanduan?