Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan sebelumnya percaya bahwa peradaban Maya di Amerika Tengah runtuh akibat gagal panen dan kelaparan, yang disebabkan kekeringan hebat. Pada 2018 lalu misalnya, National Geographic Indonesia mengabarkan, ilmuwan mendapati curah hujan yang menurun hingga 70 persen sebelum ditinggalkan.
Kekeringan parah itu terjadi, berdasarkan catatan klimatologi pada akhir abad IX dan X, masa di mana peradaban Maya diketahui sirna. Diketahui, penurunan curah hujan mengakibatkan kekeringan berkepanjangan, yang diperparah oleh deforestasi yang meluas.
Konsekuensi deforestasi ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk perkebunan meluas, tetapi berisiko gagal panen karena ketergantungannya pada curah hujan. Pola ini menjadi semacam lingkaran setan yang diklaim para ilmuwan, di mana produksi makanan menjadi sulit untuk dipertahankan, dan kelaparan massal terjadi.
Perubahan iklim ini membuat para ilmuwan menyimpulkan, bangsa Maya sulit untuk melestarikan peradaban mereka. Dan, mereka memutuskan mulai meninggalkan kota-kota besar untuk mencari perlindungan di daerah sekitarnya yang lebih layak, dan tidak terlalu terpengaruh oleh kekeringan.
Tapi fakta terbaru dalam sebuah studi di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, berkata lain. Penelitian yang terbit Selasa (4/1/2022) berjudul Large variation in availability of Maya food plant sources during ancient droughts berpendapat, bangsa Maya masih bertahan pada masa sulit itu.
Para ilmuwan sebelumnya berasumsi kelaparan massal di wilayah peradaban Maya, karena mereka bergantung pada tanaman yang rentan terhadap kekeringan, seperti jagung, labu, dan kacang-kacangan.
Tapi analisis terbaru mengatakan bahwa selama Periode Klasik atau sekitar 250 hingga 900 Masehi, peradaban Maya memiliki akses ke hampir 500 tanaman yang bisa dimakan. Banyak di antaranya justru tidak terpengaruh oleh penurunan curah hujan yang ekstrem.
Baca Juga: Penemuan Bukti Ritual Peradaban Maya Dalam Gua di Chemuyil, Meksiko
"Bahkan dalam situasi kekeringan yang paling ekstrem—dan kita tidak punya bukti yang jelas tentang situasi paling ekstrem yang pernah terjadi—59 tanaman yang dapat dimakan masih akan bertahan," ujar Louis Santiago, ahli fisiologi tanaman di Department of Botany and Plant Sciences, University of California, Amerika Serikat, di Phys.
Dalam makalah yang mengklasifikasi makanan bangsa Maya, para peneliti menyebut setidaknya ada dua tanaman yang sangat berguna untuk kelangsungan hidup, yaitu singkong yang menghasilkan umbi-umbian yang kaya nutrisi, dan chaya, semak peliharaan yang masih dikonsumsi oleh orang Maya sampai saat ini. Daun chaya sangat kaya berbagai zat penting seperti zat besi, kalium, dan kalsium.
"Chaya dan singkong bersama-sama akan menyediakan sejumlah besar karbohidrat dan protein," Santiago lanjutnya.