- Puluhan mayat mengambang di sungai;
- Stasiun kereta api ditinggalkan para pekerja yang takut akan kehidupan mereka;
- Pemuda-pemuda Muslim menyembelih siapa saja yang berani mengkritik Islam;
- Pemuka agama menyerukan pembunuhan anggota partai komunis "yang darahnya sebanding dengan membunuh ayam";
- Tentara yang menyerahkan kelompok 15 orang tahanan setiap malam ke warga setempat untuk dibunuh.
Tidak banyak yang bisa diperbuat kedutaan besar negara asing mengenai pembunuhan itu, bahkan jika mereka menginginkannya. Dan para pejabat AS, di balik tembok kedutaan mereka, justru bersorak-sorai.
Tentu saja penting untuk mengingat konteks pembunuhan tersebut. Pada bulan November 1965 Amerika mengerahkan pasukan mereka ke Vietnam dan baru saja mengalami kekalahan besar dalam pertempuran pertama dengan tentara komunis Vietnam Utara.
Di Indonesia, akhirnya, komunis berada alam kemunduran. Semangat anti-Amerika yang dianjurkan Presiden Sukarno semakin melemah karena kaum kiri ditangkapi dan dibunuh.
Staf kedutaan AS sangat senang dengan semangat anti-komunis yang melanda negara ini dan bahkan membahas langkah-langkah untuk membantu tindakan melawan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Setelah merinci pembantaian tahanan PKI di berbagai provinsi, salah satu kabel diplomatik itu memuji sebuah kampanye di Jakarta yang "dapat memungkinkan penayangan (kembali) film-film Amerika di Indonesia".
Jarang dibahas
Kebanyakan orang Indonesia tidak banyak mendengar tentang kabel diplomatik yang baru dirilis ini.
Apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 1965 jarang dibahas. Pembantaian tersebut tidak diajarkan dalam kurikulum di sekolah.
Sejumlah film tentang pembunuhan tersebut, seperti The Look of Silence karya Joshua Oppenheimer, dilarang ditayangkan di sini.
Sebaliknya, pihak militer menyelenggarakan pemutaran film propaganda haus darah dan satu sisi seperti Pengkhianatan G30S/PKI.
Kelompok-kelompok di balik pembunuhan tahun 1965 - mulai dari militer, organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama - masih sangat kuat dan tidak akan mentolerir upaya-upaya mengakuan apapun.
Adapun juru masak yang bekerja untuk orang Belanda tersebut akan tetap seperti itu: tanpa nama, nasibnya tak pernah diketahui - jadi semacam anekdot menyedihkan dalam lembaran dokumen diplomatik yang semakin menguning.
Artikel ini sudah pernah terbit sebelumnya di Australiaplus.com. Baca artikel asli di sini.