Buat kami, kegiatan lapangan (atau para ahli itu menyebutnya field work) itu memantik dopamin tubuh terhadap penjelajahan bumi. Saya teringat ucapan Chris Johns, fotografer senior yang pernah menjabat sebagai editor-in-chief National Geographic Magazine periode Januari 2005 – April 2014. “Penjelajahan itu berada sedekat pekarangan belakang rumah Anda.” Chris memberikan kata kunci yang menarik atas kegiatan penjelajahan yang telah dilakukan ras manusia sejak dirinya lahir. Penjelajahan mampu menegaskan kehidupan secara mendalam—yang mungkin juga mampu membuat kita semakin kenal terhadap dunia dan sekitarnya.
Jadi, begitu Fian membuka susunan acara, pikiran saya sudah bermain dengan visual. Ada serangkaian visual yang bakal saya pertajam bersama Yul. Saya sudah membisiki si juru foto ini, “Elu harus bangun pagi ya. Harus dapat gambar pagi yang bagus, tempatnya bagus tuh.” Dia menimpali, “Yang penting asal enggak hujan deh.”
Di antara foto yang ditunjukkan oleh Fian, ada satu gambar yang menggelitik penjelajahan saya. Ada sebongkah batuan, yang berada di tengah jalan aspal. Batuan itu menonjol, tapi tingginya nyaris rata dengan aspal jalan. Warga sekitar boleh jadi tak mengganggap penting atas keberadaan batu tadi, tapi bagi ahli geologi, benda itu menjadi salah satu kunci untuk membuka tabir, bagaimana minyak bumi terbentuk pada masa silam.
“The present is the key to the past merupakan salah satu prinsip yang selalu dipegang para ahli geologi. Prinsip ini menceritakan sesuatu yang terjadi di masa kini bisa menceritakan kejadian di masa lalu,” kata Darmawan Budi Prihanto, Lead Operation G&G Pertamina Hulu Energi, yang bakal menjadi kepala pengiring kami selama di lapangan.
Bagi para ahli geologi, lanjut Darmi (sapaan akrabnya), batu bukanlah sekadar batu. Bagi mereka, batu memiliki masa lalu, sejarah panjang yang berusia jutaan tahun yang dapat diceritakan secara runut perubahannya. “Dan dari suatu kejadian di masa lalu, mereka bisa meramalkan apa yang akan terjadi di masa depan,” ujarnya kalem. Darmi memang tercatat sebagai salah satu anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia, perkumpulan yang membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan kebumian.
Mendengar sekelumit penjelasan, dopamin penjelajahan kami kian menggelegak. Perjalanan berkereta sekitar sembilan jam dari Jakarta tak menghalangi semangat. Bahkan, “tidur ayam” siap kami lakoni.
Wajar kami begitu bergairah, Darmawan dan Fian telah menunjukkan dunia yang membentang menawarkan sejumlah pembelajaran. Dengan mengendalikan risiko dan ketakutan—hingga dampak yang muncul, kita akan mampu memaknai penjelajahan. Tanpa kita sadari, penjelajahan justru bermula dari pekarangan rumah kita.