Belajar dari Penjelajahan di Sekitar Kita

By , Kamis, 19 Oktober 2017 | 10:30 WIB
()

“Nanti, teman-teman akan didampingi oleh Mas Darmi ya. Sebab, kami akan mengurusi peserta. Beberapa di antaranya, usianya sudah senior,” ujar Arieffian Eko Kurniawan kepada kami seraya menunjuk ke arah Darmawan Budi Prihanto, yang berada di sebelah kirinya.  “Maklum mas, kami semuanya mengatur sendiri. Nanti peserta ada sekitar 30 orang lah,” lanjut ketua pelaksana kegiatan itu.

Arieffian, kerap disapa Fian, memang didapuk sebagai “kepala suku” dari kegiatan lapangan yang bertajuk “Unravel Petroleum System of Rembang Zone” yang berlangsung pada 23 – 26 Oktober, di wilayah Cepu, Blora, dan sekitarnya.

Buat Fian, acara ini menjadi prioritas di antara kesibukannya sebagai ahli kebumian yang bekerja untuk Pertamina Hulu Energi. Sebab, dalam kegiatan ini, para geologi dan geofisika di lingkungan Pertamina Hulu Energi (termasuk perwakilan dari anak perusahaannya) bakal berkumpul untuk melatih kemampuan mereka menelisik bagaimana minyak bumi terbentuk dari tanda-tanda yang ada di alam saat ini. Kegiatan inilah yang menjadi cikal bakal penemuan minyak bumi, yang sekarang kabarnya bakal terus menyusut dari bumi nusantara.

Baca juga: Ahli Geologi Butuh Taman Bumi Buat Latihan Lapangan 

Di Desa Dowan, situs batu yang berada di tengah jalan memberikan informasi soal batuan beku intrusi yang kemungkinan intrusi dangkal. Batuan itu merupakan hasil dari aktivitas volkanisme atau kegunung apian. (Yul Prasetyo)

“Kira-kira kebutuhan dari mas dan tim apa saja? Karena, minggu kemarin kami sudah melakukan survei ke lokasi,” tanya Fian kepada saya dalam diskusi menarik pagi itu.

Bersama Eka Nugraha, Senior Geoscientist Pertamina Hulu Energi, Fian menunjukkan serangkaian foto yang dihasilkan dari survey itu. Saya tak datang sendiri. Di sebelah saya, ada Yul Prasetyo, fotografer yang telah siap mengikuti kegiatan lapangan.

“Baik mas. Kami sebetulnya butuh keleluasaan waktu untuk mendapatkan matahari pagi. Kalau lihat dari foto-foto itu, cahaya sudah keras ya mas,” saya menimpali. Jadi, lanjut saya, kami butuh berangkat lebih awal dibandingkan rombongan peserta. “Yul sudah siap enggak tidur beberapa hari kok mas. Kalau lihat medannya, kami sudah biasa kok menghadapinya. Haha…,” saya tergelak.

Yul yang sedari tadi manggut-manggut, tetiba terhenyak. “Hush, jangan sombong gitu, ah!”

Seisi ruangan pun terbahak.

“Maaf mas. Saya hanya bercanda doang tadi.” Saya merasa bersalah.

Diskusi pagi begitu produktif. Selain kami yang asyik membahas rencana kegiatan, Ifki Sukarya dan Ekhsan Nulhakim dari bagian Relations Pertamina Hulu Energi. Asal tahu saja, ajakan bergabung ke kegiatan latihan para ahli kebumian yang sudah berjalan kesekian kali itu justru datang dari Ifki. Manager Relations and Media ini begitu ngotot memasukkan nama kami ke dalam rombongan. Tujuannya, kegiatan dapat terdokumentasi dalam media yang juga mengusung kata “geo” ini.

“Nah, kalian atur ya di lapangan. Maaf buat kegiatan kali ini, saya harus minggir dulu,” ujar Ifki sembari tersenyum. Kami mengangguk.

Lelaki berkacamata yang ramah ini mengungkapkan isi hatinya, keinginan menggebu buat bergabung apa daya fisik tak mengizinkan. Penasaran penyebabnya? Dokter melarang Ifki aktivitas luar ruang, lantaran baru selesai memperbaiki kondisi jantungnya.

Buat kami, kegiatan lapangan (atau para ahli itu menyebutnya field work) itu memantik dopamin tubuh terhadap penjelajahan bumi. Saya teringat ucapan Chris Johns, fotografer senior yang pernah menjabat sebagai editor-in-chief National Geographic Magazine periode Januari 2005 – April 2014. “Penjelajahan itu berada sedekat pekarangan belakang rumah Anda.” Chris memberikan kata kunci yang menarik atas kegiatan penjelajahan yang telah dilakukan ras manusia sejak dirinya lahir. Penjelajahan mampu menegaskan kehidupan secara mendalam—yang mungkin juga mampu membuat kita semakin kenal terhadap dunia dan sekitarnya. 

Jadi, begitu Fian membuka susunan acara, pikiran saya sudah bermain dengan visual. Ada serangkaian visual yang bakal saya pertajam bersama Yul. Saya sudah membisiki si juru foto ini, “Elu harus bangun pagi ya. Harus dapat gambar pagi yang bagus, tempatnya bagus tuh.” Dia menimpali, “Yang penting asal enggak hujan deh.”

Di antara foto yang ditunjukkan oleh Fian, ada satu gambar yang menggelitik penjelajahan saya. Ada sebongkah batuan, yang berada di tengah jalan aspal. Batuan itu menonjol, tapi tingginya nyaris rata dengan aspal jalan. Warga sekitar boleh jadi tak mengganggap penting atas keberadaan batu tadi, tapi bagi ahli geologi, benda itu menjadi salah satu kunci untuk membuka tabir, bagaimana minyak bumi terbentuk pada masa silam.

The present is the key to the past merupakan salah satu prinsip yang selalu dipegang para ahli geologi. Prinsip ini menceritakan sesuatu yang terjadi di masa kini bisa menceritakan kejadian di masa lalu,” kata Darmawan Budi Prihanto, Lead Operation G&G Pertamina Hulu Energi, yang bakal menjadi kepala pengiring kami selama di lapangan.

Bagi para ahli geologi, lanjut Darmi (sapaan akrabnya), batu bukanlah sekadar batu. Bagi mereka, batu memiliki masa lalu, sejarah panjang yang berusia jutaan tahun yang dapat diceritakan secara runut perubahannya. “Dan dari suatu kejadian di masa lalu, mereka bisa meramalkan apa yang akan terjadi di masa depan,” ujarnya kalem. Darmi memang tercatat sebagai salah satu anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia, perkumpulan yang membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan kebumian.

Mendengar sekelumit penjelasan, dopamin penjelajahan kami kian menggelegak. Perjalanan berkereta sekitar sembilan jam dari Jakarta tak menghalangi semangat. Bahkan, “tidur ayam” siap kami lakoni.   

Wajar kami begitu bergairah, Darmawan dan Fian telah menunjukkan dunia yang membentang menawarkan sejumlah pembelajaran. Dengan mengendalikan  risiko dan ketakutan—hingga dampak yang muncul, kita akan mampu memaknai penjelajahan. Tanpa kita sadari, penjelajahan justru bermula dari pekarangan rumah kita.