Ingin Tahu Pandangan Ahli Ilmu Bumi Soal Alam Indonesia? Begini Pendapatnya

By , Selasa, 18 Oktober 2016 | 17:30 WIB

Saya mengamati pemandangan yang membentang. Lantai tanah sebagian tertutupi oleh pasir yang bercampur menjadi tutupan daratan berwarna merah kekuningan. Kiri-kanan tempat ini dikelilingi oleh bukit. Tak ada tanaman keras yang berdiri di atasnya. Kebanyakan semak dan belukar. 

Dalam penjelajahan bersama rombongan besar tim eksplorasi Pertamina Hulu Energi ini saya menginjakkan kaki di Sitirejo. Di sini menjadi salah satu tempat latihan pengamatan bumi bagi ahli geologi dan geofisika dalam anak perusahaan PT Pertamina (persero) di bidang industri hulu migas itu. Mereka menggelar kegiatan lapangan bertajuk "Unravel Petroleum System of Rembang Zone" yang berlangsung pada 23 – 26 Oktober, di wilayah Cepu, Blora, dan sekitarnya.

Dalam kegiatan lapangan, para ahli ilmu bumi selalu melakukan diskusi yang menarik untuk membahas hasil observasi. Di sinilah terjadi perbincangan menarik antara ahli senior dan yunior dalam menyampaikan pandangannya. (Yul Prasetyo)

Belalai logam besi ekskavator bagaikan tangan yang tak pernah lelah mengeruk galian pasir, yang menggerakkan ekonomi warga setempat. Ekonomi berjalan, tetapi dampak lingkungan semestinya juga dipikirkan oleh pihak terkait.

Buat ahli ilmu bumi, Sitirejo yang kaya pasir bernilai ekonomi tinggi itu juga menjadi tempat main yang menyenangkan. Mereka bisa menguji kemampuan dan observasi dalam membaca tanda alam, sekaligus menelisik perut bumi dengan alat bantu. 

Saya tak membayangkan kalau terjadi bencana lingkungan akibat kegiatan penambangan masif. Kita kerapkali serakah ingin menguasai bumi, tanpa ingin menelisik lebih dalam terlebih dahulu.  

Ahli ilmu bumi berupaya berlatih bersama untuk menyingkap rahasia masa lalu yang bisa memberikan kesejahteraan bagi generasi masa depan. (Yul Prasetyo)

Lamunan saya terpecah saat mendengarkan obrolan Ari Samodra, VP Exploration Subsurface, Planning and Evaluation Pertamina Hulu Energi dan Florencius Valentino, mahasiswa geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Keduanya berdiskusi soal cara penggunaan magnetikmeter. Florencius dengan bersemangat menjelaskan pemakaian alat ini kepada sejumlah peserta. 

Panitia kegiatan memang sengaja mengundang pengajar dan tim mahasiswa geologi dan geofisika UGM sebagai narasumber dalam hal pemakaian alat geofisika. Tujuannya, mereka bisa menyegarkan kembali bagaimana pemakaian alat terbaru secara akademis. 

Di wilayah Sitirejo, terdapat aktivitas penambangan pasir yang dapat menghilangkan bukit di sekelilingnya. Perbukitan ini menjadi bagian penting dalam kegiatan lapangan ahli ilmu bumi dalam menyingkap tabir masa silam. (Yul Prasetyo)

Dalam kesempatan itu, saya memanfaatkan waktu untuk melakukan obrolan ringan dengan Imam Suyanto, yang tercatat sebagai salah satu pengajar geofisika di UGM tentang geosains di Indonesia.

Mengapa Anda tertarik dengan geofisika?

Memilih geofisika lebih karena melihat pada waktu itu belum banyak dikenal. Dan pada waktu itu kami masih di bawah (fakultas-red) IPA, bukan di bawah teknik. Jadi lebih ke arah science-nya. Sehingga kita melihat apakah dengan metode-metode fisika, pada waktu itu kita juga bisa mempelajari metode kebumiannya. 

Dalam kegiatan observasi lapangan, ahli geosains menggunakan alat geofisika untuk memperkuat data yang diambil dari alam sekitar. (Yul Prasetyo)

Apa implikasi memahami atau mendalami "geoscience"? (Jika bukan mahasiswa geologi atau geofisika) 

Kalo sekarang ini kan, seperti di indonesia kan, merupakan negara yang banyak fenomena geoscience-nya ya. Seperti gempa bumi, kalo ke arah bencananya lho ya. Ada gempa bumi, gunung api, longsor. Itu kadang adalah hal-hal yang membutuhkan geoscience. Untuk itu membutuhkan geoscience, termasuk geofisika di dalamnya. Tetapi di luar kebencanaan, masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan anugerah di Indonesia, misalnya kekayaan alam. Itu membutuhkan orang-orang geoscience.