Siapakah yang Lebih Tahan Hoax? Generasi X, Y atau Z?

By , Kamis, 2 November 2017 | 15:00 WIB
()

Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Begitu pula dunia teknologi dan media. (Thinkstock)

Begitu melek, dalam genggaman Generasi Z sudah ada internet. Mereka tidak terkagum-kagum akan kemudahan dan kepraktisan internet. Bagi mereka, internet adalah normalitas. Internet adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak usah membuat gumun.

Mungkinkah ini artinya, Generasi Z bisa lebih tahan terhadap sebaran isu hoaks yang akhir-akhir ini sudah begitu mengkhawatirkan sekaligus menjijikkan?

Literasi media digital bolak-balik mental karena pengguna ponsel canggih (smartphone) enteng saja meneruskan berbagai kabar lewat sarana berkirim pesan seperti WhatsApp. Menurut riset Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) tentang wabah hoaks nasional, sebanyak 68,2% menerima hoaks lewat aplikasi chatting.

Bagi penyebar hoaks, aplikasi chatting memang sangat nyaman karena praktis, tidak perlu narasi yang rumit, dan terjamin penyebarannya. Bukankah refleks pertama orang ketika menerima informasi adalah buru-buru menyebarkannya “ke grup sebelah”? Alasannya bisa macam-macam; karena ingin jadi yang pertama mengirim kabar ke komunitasnya, atau justru dalam rangka mengecek kebenaran kabar tersebut. Bagi mereka yang lama hidup di dunia analog, kemudahan menyebarkan kabar ini memang terasa bagai sesuatu yang baru dan canggih.

Baca juga: Mengapa Berita Hoax Mudah Menyebar?