Populasi Orang Utan Kalimantan Cenderung Turun dalam 10 Tahun Terakhir

By , Selasa, 14 November 2017 | 18:00 WIB

Orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus) diperkirakan mengalamipenurunan populasi hingga 25% dalam kurun 10 tahun terakhir, seperti yang dilansir dalamlaporan riset "First integrative trend analysis for a great ape species in Borneo" pada Juli 2017.

Riset yang dilakukan oleh Dr. Truly Santika bersama 46 ilmuwan dari beberapa universitas,lembaga riset, dan lembaga swadaya masyarakat termasuk The Nature Conservancy (TNC) Indonesia menyimpulkan adanya kecenderungan orang utan untuk hidup di kawasan hutan yang subur dan sesuai untuk pertanian, penghidupan masyarakat, dan industri perkebunan.

(Baca juga: Ditemukan Spesies Baru Orangutan Tapanuli, Berambut Keriting dan Berkumis)

Penyusutan hutan, konflik dengan manusia, perburuan liar, dan perubahan iklim (pemicukebakaran hutan) pun ditengarai menjadi penyebab utama menurunnya populasi orang utan di Kalimantan.

Penelitian ini menggunakan analisis pemodelan berdasarkan data-data sebaran orang utan yang terdiri atas dua tipe data, yaitu data berdasarkan survei perhitungan sarang dan data keberadaan orang utan yang diperoleh melalui wawancara masyarakat di 540 desa di berbagai wilayah di Kalimantan.

"Dalam kajian-kajian sebelumnya, kedua tipe data ini biasanya dianalisa secaraterpisah untuk memberi gambaran sebaran populasi orang utan. Namun, kedua data ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan memadukan kedua data tersebut, keberadaan dan perubahan jumlah populasi orang utan di seluruh Kalimantan bisa diperkirakan secara lebih akurat," ungkap Truly.

(Baca juga: Foto-foto Orangutan, Makhluk Menawan yang Terancam Punah)

Metode penelitian ini membagi ancaman terhadap orang utan ke dalam empat bagian yaituhilangnya habitat, konflik manusia dan orang utan, kegiatan perburuan dan fragmentasi habitat.

Jumlah orang utan diperkirakan mengalami penurunan terutama akibat hilangnya dan terkotak-kotaknya habitat orang utan karena konversi hutan menjadi kawasan perkebunan, hutan tanaman, pertambangan dan pembangunan infrastruktur lainnya.

Mengenakan masker untuk melindungi hewan yang dirawatnya dari patogen manusia, petugas penyelamat menyelenggarakan "sekolah hutan" setiap hari, mengajari orangutan piatu berlatih keterampilan dan perilaku alami, yang diperlukan untuk bertahan hidup. (Tim Laman/National Geographic Magazine)

Menyempitnya wilayah berhutan yang merupakan habitat orang utan ini didorong oleh kegiatan konversi hutan menjadi kawasan hutan tanaman dan perkebunan, kehilangan hutan pada kawasan logging tidak sebesar pada dua jenis kawasan ini.

Tentu saja kecenderungan penurunan populasi orang utan ini perlu dikendalikan. DirekturProgram Kehutanan TNC Indonesia Dr. Herlina Hartanto mengemukakan beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan untuk mengurangi laju penurunan populasi orang utan di Kalimantan.

(Baca juga: Status Konservasi Orangutan Borneo Naik dari "Endangered" Menjadi "Critically Endangered")

"Tata ruang provinsi perlu memasukkan kawasan lindung habitat orang utan secara khusus dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan dan industri yang bergerak di sektor kehutanan dan perkebunan secara aktif," ungkap Herlina.

Ia kemudian menambahkan, "kerjasama berbagai pihak untuk melindungi habitat orang utan seperti ini sebenarnya telah dirintis di Indonesia, yaitu di Bentang Alam Wehea-Kelay yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor orang utan."

Mencakup wilayah seluas 308.000 hektar, KEE Koridor orang utan Bentang Alam Wehea-Kelay melibatkan pemerintah, masyarakat, swasta dan LSM yang memiliki komitmen untuk menjaga kelestarian orang utan melalui perlindungan habitatnya. orang utan kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan satwa karismatik yang dikategorikan kritis (Critically Endangered) oleh International Union for Conservation of Nature.

Dua ekor orangutan, induk dan anaknya, tertangkap dan jadi tontonan oleh penduduk karena memasuki area ladang dan kebun penduduk di Peniraman, Sungai Pinyuh, Kalimantan Barat. Untuk bisa melumpuhkannya penduduk memukuli, merendamnya dalam kolam lalu mengikatnya. Diperkirakan akibat hutan-hutan tempat habitat orangutan yang terus menyusut menyebabkan orangutan itu berkeliaran di ladang dan kebun penduduk untuk mencari makan (22/11/2010) (Feri Latief)

(Baca juga: Matinya Induk Orangutan)

Habitatnya tersebar di seluruh Pulau Kalimantan, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun Malaysia. Berdasarkan variasi morfologi dan genetik, populasi orang utan kalimantan dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis.

Pongo pygmaeus pygmaeus tersebar di sebelah Utara Sungai Kapuas di Kalimantan Barat sampai Sarawak. Sementara itu Pongo pygmaeus wurmbii memiliki sebaran di Barat Daya Kalimantan, bagian Selatan Sungai Kapuas dan bagian Barat Sungai Barito. Pongo pygmaeus morio terbatas sebarannya di Sabah dan bagian Timur Kalimantan sampai sejauh Sungai Mahakam.

Berdasarkan hasil Population and Habitat Viability Assessment orang utan 2016, saat ini kepadatan populasi orang utan kalimantan cenderung menurun dari 0.45-0.76 individu/Km2 menjadi 0.13-0.47 individu/Km2 yang hidup di habitat seluas 16.013.600 hektar dan tersebar di 42 kelompok populasi (metapopulasi). Hanya 18 kelompok populasi di antaranya diprediksi akan lestari hingga 100 – 500 tahun ke depan.