Pandangan Sains Soal Kerokan untuk Mengatasi Masuk Angin

By Dok Grid, Minggu, 19 November 2017 | 12:00 WIB
Di Vietnam dan Kamboja kerokan dikenal dengan nama cao gio, sementara dalam bahasa Cina disebut gua (Lutfi Fauziah)

Namun, rasa nyaman sehabis kerokan membuat orang ketagihan melakukan kerokan setiap kali merasakan gejala masuk angin.

Umumnya kerokan diaplikasikan di bagian punggung yang dipercaya memiliki 365 titik akupuntur. Apabila dilakukan dengan tekanan yang tepat di titik-titik tersebut, kerokan mempengaruhi sistem syaraf yang akan memerintahkan otak untuk memproduksi hormon endorfin sebagai reaksi tubuh untuk menahan rasa sakit dengan memberikan sensasi relaksasi.

Rasa nyaman ini membuat si penderita bisa tidur nyenyak dan merasa lebih segar setelahnya. Daya tahan tubuh penderita akan meningkat dengan sendirinya setelah tubuh istirahat dengan tidur yang cukup.

Faktanya, gejala masuk angin bisa juga disebabkan karena infeksi virus yang mengganggu sistem pencernaan, pernapasan, dan peredaran darah sehingga timbul demam dan nyeri otot, diikuti dengan bersin dan batuk.

Dalam dunia medis, gejala ini dikenal dengan sindrom influenza. Tidak ada satu pun obat yang bisa melenyapkan virus ini.

Virus akan hilang dengan sendirinya dalam 5-7 hari sejalan dengan meningkatnya daya tahan tubuh. Penderita hanya perlu istirahat dengan baik, minum banyak air putih dan makan makanan yang bergizi karena demam menghilangkan banyak energi dan cairan dalam tubuh.

Kerokan akan membantu penderita untuk bisa istirahat dengan baik.

Walaupun dianggap tidak berbahaya, kerokan membuat si penderita sangat kesakitan. Kerokan bisa menyebabkan komplikasi dan reaksi alergi pada kulit yang digosok terutama untuk kulit sensitif.

Apalagi jika uang koin atau alat lain yang digunakan untuk menggosok kulit tidak disterilkan terlebih dulu. Ini bisa menjadi media penularan penyakit, seperti Hepatitis C.

‘Folk belief’ dari kerokan

Nilai dan kepercayaan adalah alasan mengapa orang Indonesia melakukan kerokan. Di masyarakat, respons terhadap penyakit berakar dalam sistem kepercayaan dan praktik yang memiliki struktur logika tersendiri.

Walaupun dari sudut pandang ilmiah, keyakinan akan penyebab suatu penyakit tidak masuk akal, namun pengobatan dan perawatan dari penyakit tersebut merupakan konsekuensi yang logis dari kepercayaan tersebut.