Selama 90 tahun, dari 1852 hingga 1942, Jurnal Kedokteran Hindia Belanda (Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indië), merupakan jurnal kedokteran terpenting di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Jurnal tersebut menerbitkan artikel-artikel tentang penelitian dan perawatan medis.
Hari ini, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia meluncurkan sebuah buku yang ditulis oleh sekelompok dokter Belanda dan sejarawan medis, salah satunya saya sendiri, yang memberikan ikhtisar isi jurnal tersebut.
Jurnal ini awalnya hanya menerbitkan artikel-artikel dari dokter asal Eropa. Namun pada abad ke-20, sejumlah dokter lulusan dari STOVIA (School ter Opleideing van Inladsche Artsen), sekolah kedokteran bagi penduduk asli Indonesia yang lalu berubah nama menjadi Batavia Medical School, juga menerbitkan artikel di jurnal tersebut.
Dokter-dokter Indonesia ini, yang beberapa di antaranya pernah belajar di Belanda untuk pelatihan ilmu kedokteran lanjutan, lalu menjadi para pemimpin dan pembina pendidikan, perawatan, dan penelitian medis di Indonesia. Berikut ini lima dokter pada era kolonial yang paling terkemuka.
Sardjito
Sardjito, rektor pertama dan salah seorang pendiri Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menerbitkan 29 artikel pada Jurnal Kedokteran Hindia Belanda. Ia menulis artikel tentang bakteriologi, kesehatan masyarakat, malaria, leptospirosis, dan kusta, menjelaskan kondisi penyakit yang sering diderita orang Indonesia.
Sardjito lulus dari STOVIA pada 1915 dan menyelesaikan skripsi tentang disentri basiler di Universitas Leiden. Pada 1924, ia meraih gelar Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas John Hopkins Amerika Serikat.
Pada 1930-an, ia menjadi kepala sebuah laboratorium kedokteran di Semarang. Pada masa perang kemerdekaan antara pejuang kemerdekaan Indonesia dan tentara Belanda (1945-1949), ia memindahkan sebagian besar peralatan medis Pasteur Institute di Bandung Jawa Barat ke Klaten Jawa Tengah.
Baca Juga : Jejak Sejarah di Banda Neira
Pasteur Institute pada masa itu adalah pabrik vaksin utama Hindia Belanda. Para pekerjanya meneliti bakteriologi. Ketika pasukan bersenjata Inggris dan Belanda mengambil alih Batavia (sekarang Jakarta), Presiden Sukarno dan wakilnya, Mohammad Hatta, dan hampir semua menteri dan pejabat pemerintahan Indonesia pindah ke Yogyakarta.
Terlepas dari sekelompok kecil dokter yang melanjutkan mengajar di Jakarta, kebanyakan pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang baru didirikan pada waktu itu, pindah ke Jawa Tengah.
Sardjito adalah anggota aktif Ikatan Dokter Indonesia. Pada Desember 1949, ia adalah rektor pertama Universitas Gadjah Mada, dekan kesehatan pertama, dan profesor bakteriologi.
Sarwono Prawirohardjo