Kisah Dokter-Dokter Kebanggaan Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda

By , Selasa, 21 November 2017 | 07:00 WIB

Sarwono Prawirohardjo adalah salah seorang pembina lembaga kedokteran dan ilmiah terpenting Indonesia pasca kemerdekaan. Sarwono mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Ia juga merupakan ketua pertama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Sebagai spesialis ginekologi, ia menerbitkan artikel-artikel yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan.

Sarwono lulus dari STOVIA pada 1929 dan delapan tahun kemudian lulus dari Batavia Medical School.

Pada 1950, ia ditetapkan sebagai profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Pada tahun yang sama, ia menjadi salah satu anggota komite yang mengatur Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan menjadi ketua komite pada 1952-1953.

Sutomo Tjokronegoro

Sutomo Tjokronegoro adalah profesor patologi pertama di FKUI pada 1950. Ia dikenal sebagai Bapak Patologi di Indonesia. Di FKUI, ia meneliti penyakit kanker.

Sutomo menerima gelar kedokteran di Batavia Medical School pada 1935. Ia mengajar di sana dan spesialis di bidang patologi, kedokteran forensik, dan penyakit dalam.

Sutomo menerbitkan artikel di jurnal tersebut tentang kedokteran forensik, kanker, borok, dan tuberkulosis. Pada 1942, ia menjadi editor jurnal tersebut.

Sutomo juga menulis sebuah buku berpengaruh tentang sifat dasar dan karakteristik bahasa Indonesia.

Raden Djenal Asikin Widjaja Koesoema

Asikin lulus dari STOVIA pada 1914 dan meraih gelar kedokteran di Universitas Amsterdam pada 1925. Dia terlibat dengan beberapa laboratorium kedokteran di Eropa sebelum kembali ke Indonesia.

Ia menulis tentang berbagai metode analisa sampel darah dan kegunaannya dalam hasil diagnosa.