Teliti Membeli Cat, Waspadai Kandungan Timbalnya Bagi Anak-Anak

By , Selasa, 21 November 2017 | 09:35 WIB

Di Indonesia, timbal atau timbel masih banyak dipakai dalam beberapa keperluan seperti pipa, daur ulang aki bekas, bensin dan cat. Kajian terbaru Pure Earth/BIacksmith Insitute bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BaliFokus dan KPBB, mengukur risiko paparan penggunaan cat bertimbal dan asbes pada perumahan dan  fasilitas pendidikan maupun area bermain di Jabodetabek.

Penelitian pda 101 rumah dan 20 TK/PAUD, melakukan wawancara kuesioner kepada masyarakat untuk mengetahui kondisi dan gambaran kehidupan mereka, terutama terkait paparan timbal dari cat rumah.

mengutip dari mongabay.co.id, Yuyun Ismawati, Senior Advisor BaliFokus mengatakan bahwa cat ber timbal sangat mengancam anak-anak “Melalui cat inilah timbal mengancam kesehatan anak-anak Indonesia," jelasnya.

Bagaimana cat pada timbal bisa mengancam anak-anak Indonesia? Bangunan Taman Kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia, biasa pakai cat warna sangat cerah. Dari dinding, fasilitas bermain sampai bangku dan meja.

Cat cerah, merah hijau, kuning, biru, oranye biasa pakai cat dengan kandungan timbal melebihi standar nasional yakni 90 ppm. Timbal jadi sangat berbahaya saat cat terkelupas, beterbangan dan terpegang anak-anak.

Jika kelupasan cat mengenai tangan lalu ke mulut, timbal masuk ke aliran darah, menumpuk dan dapat menyebabkan berbagai penyakit.

“Fokus kami adalah TK dan PUD karena cat berwarna terang dipakai pada fasilitas itu dengan tambahan asbestos,” katanya.

Menurut Yuyun pemahaman mengenai kedua bahan ini masih rendah di Indonesia.

World Health Organization (WHO) sudah memberikan beberapa bahan kimia dan material yang harus menjadi perhatian di seluruh dunia, termasuk timbal dan asbes. Sebagian besar dari bahan-bahan ini sudah ada yang masuk perjanjian global, ada juga bersifat tak mengikat (non legally binding).

Global Alliance for Elimination of Lead Paint (GAELP), WHO dan UN Environment) memprakarsai ILPPWA 2017 pada setiap tahun. GAELP bersifat terbuka untuk publik, siapapun bisa bergabung jadi anggota.

Baca juga: Gitanjali Rao, Gadis 11 Tahun Penemu Sensor Kadar Timbal Air

BaliFokus sudah jadi anggota GAELP sejak 2013, karena mulai kampanye eliminasi cat dalam timbal sejak 2013.

“Saat ini GAELP fokus timbal dalam cat, walaupun dalam timbal produk lain juga ada tapi timbal dalam cat sebaran banyak.”

Timbal sebagai agen pewarna dan pengering walaupun sudah ada pengganti. Balifokus lakukan random sampling cat dan warna terang seperti kuning mengandung kandungan lebih tinggi dibanding yang lain.

Konsentrasi timbal paling tinggi mencapai 116.000 ppm, dengan 100- 124 sampel. Hasil 2015, 77% cat yang dianalisa mengandung timbal lebih dari kadar 90 ppm.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 8011 tahun 2014 menetapkan 600 ppm sebagai kandungan maksimal timbal dalam cat, dan bersifat sukarela. Beberapa organisasi masyarakat sipil masih berusaha mendorong standard mandatory untuk kandungan maksimal 90 ppm, yang sesuai keamanan global. Ada juga kandungan timbal maksimal dalam mainan anak, 90 ppm.

“Kalau batas dalam mainan anak saja bisa diterapkan, harusnya timbal cat juga bisa standar 90 ppm,” kata Yuyun.

Selain timbal, asbes juga masih sering dipakai pada fasilitas pendidikan. Meski tak punya tambang asbes, Indonesia mengimpor sekitar 1 juta ton asbes setiap tahun dari Rusia. Asbes sebagai atap tanpa pembatas langsung dengan ruangan. Secara global, asbes  sudah tak boleh digunakan. Penggunaan asbes dapat berakibat kanker, mesothelioma, asbestosis, dan lain-lain.

Di Indonesia, sedikit penyakit terindikasi  dari asbestos.  Soal dampak kesehatan, katanya, bukan berarti tidak ada tetapi dokter-dokter Indonesia tak mau mengekspos isu penyakit asbestos.

Lebih-lebih, dampak asbes baru bisa ditemukan beberapa tahun setelah paparan dan anak-anak lebih rentan. Begitu juga ibu hamil karena timbal turun kepada janin.

Hal harus diperhatikan, katanya, anak-anak dan guru menghabiskan banyak waktu di sekolah. Jadi, lingkungan sekolah harus diperhatikan. “Jangan sampai menciptakan paparan bahan berbahaya pada anak dan pengajar.”

“Cat masih menempel pada substrat cenderung lebih aman, dimana justru setelah mengelupas lebih berbahaya. Kami juga melakukan sampling debu pada rumah dan fasilitas pendidikan,” kata Budi Susilorini,  Direktur Pure Earth/Blacksmith Institute.

Dari penelitian itu, juga diketahui kebiasaan mengepel sangat membantu mengurangi paparan timbal cat dan debu.

Lantas bagaimana dengan asbes? Firman Budiawan dari INA ban mengatakan hampir 97% asbes biasa untuk atap. Penggunaan juga ada di selang (pipa AC), rem, sampai baju pemadam kebakaran.

Baca juga: Setelah Cina, Indonesia Tempati Posisi Kedua Penyumbang Sampah Terbesar di Dunia

Semua jenis asbes dinyatakan bersifat karsinogenik oleh WHO. Sudah banyak negara melarang asbes sejak 1980 sedang Indonesia belum melarang.

Secara regulasi, Keppres 22 tahun 1993, asbestosis dan beberapa penyakit akibat asbes dikategorikan sebagai akibat hubungan kerja.

Di Indonesia, ada 10 provinsi paling banyak pakai asbes, terbesar Jakarta. Beberapa kampus dan fasilitas umum masih pakai asbes. Negara yang paling banyak ekspor adalah Rusia.

Selain itu, asbes masih banyak digunakan pada fasilitas di sekitar tempat bermain atau beraktivitas anak-anak. Beberapa perusahaan membuang asbes di sekitar pabrik, dimana masyarakat sekitar lokasi juga memulung limbah asbes, termasuk anak-anak.

Paparan tak langsung juga terjadi, misal,  ketika seorang ayah pulang bekerja dari pabrik asbes dan tak langsung memaparkan kepada anak dan istri.

Firman mencontohkan,  kasus kubota shock di Jepang, 90% penduduk terkena penyakit terkait asbes. Perusahaan asbes ini pindah ke Korea, dank arena kejadian sama di Korea, kemudian pindah di Indonesia.

“Kegiatan yang kami lakukan juga sudah bekerja sama dengan beberapa sekolah untuk memberikan pengetahuan kepada tenaga pendidik.”

Di Indonesia, belum dapat memastikan, tubercolosis apakah murni atau tercampur paparan asbes.  Menanggapi ini, Kasubdit Penerapan Konvensi B3 KLHK, Purwasto mengatakan, KLHK tengah fokus membangun standar mutu terkait emisi dari bahan-bahan berbahaya.

Kini,  ada 149 industri di Indonesia. Cat impor lebih banyak beredar di Indonesia meskipun produksi dalam negeri sudah men-cover 70% kebutuhan nasional.

Kementerian Perindustrian mencatat, beberapa perundangan dan rancangan perundangan terkait industri cat antara lain UU 3/2014, PP 14/2015, UU 9/2008, UU 74/2001, PermenPerin 87/2009 diubah jadi PermenPerin 23/2013, PermenPerin 24.

Target pemerintah sudah ditetapkan sampai 2025, ekspor US$95 juta dan domestik US$4.38 Juta dengan total tenaga kerja terserap 39.200 orang.

Ada beberapa rancangan SNI terkait cat Indonesia juga sudah menargetkan untuk menurunkan kandungan timbal perlahan sampai 2020.

Kementerian Perindustrian menyusun beberapa rencana aksi untuk menurunkan kandungan timbal dalam cat, seperti rencana global lead free pada 2020, revisi atau abolisi SNI terkait cat. Kemenperin juga akan memberlakukan standar lead free wajib dalam cat.

Artikel ini sudah pernah tayang di mongabay.co.id dengan judul Waspadai Cat Bertimbal dan Asbes pada Fasilitas Sekolah