Kepercayaan Masyarakat Dibutuhkan Dalam Upaya Menurunkan Kasus Demam Berdarah

By , Kamis, 23 November 2017 | 13:00 WIB
()

Persetujuan harus diperoleh dari warga sebagai partisipan penelitian. Kami bekerja sama dengan EDP Global di Monash University. Untuk pelepasan yang pertama di Sleman, Komisi etik penelitian mensyaratkan agar meminta persetujuan individual di setiap rumah tangga. Kami mendapatkan persetujuan dari hampir 4.500 orang.

Dari pengalaman di Sleman, kami memetik pembelajaran bahwa persetujuan individual dapat menimbulkan pertentangan warga. Secara kultural, komunitas di wilayah ini menggunakan proses pengambilan keputusan secara kolektif dalam menghadapi isu-isu di komunitas. Protokol yang kami kembangkan lebih mengutamakan hak orang-orang yang menolak berpartisipasi, ketimbang yang setuju.

Selain itu, mendapatkan persetujuan individual membutuhkan kerja keras. Meski kami mampu memperoleh lebih dari 95% persetujuan masyarakat, pendekatan ini tidak praktis dilakukan pada skala besar.

(Baca juga: 5 Makanan Penambah Trombosit)

Selanjutnya,, sejumlah kecil anggota rumah tangga yang menolak intervensi ini ternyata mempengaruhi wilayah pelepasan. Apabila satu rumah tangga menolak pelepasan nyamuk, maka kami tidak melepas nyamuk di rumah tersebut dan sekitarnya sampai sejauh 25-50 meter persegi. Akibatnya, 5% dari populasi yang tidak setuju tidak berarti hanya sekitar 5% dari luasan daerah tersebut yang tidak dilepasi nyamuk, tetapi lebih luas daripada itu.

Berdasarkan pengalaman di Sleman ini, dalam pelepasan nyamuk di Bantul kami menggunakan persetujuan tingkat komunitas, akan tetapi tetap mempertahankan hak individu untuk menolak. Seluruh RT di Jomblangan and Singosaren (Bantul) memberikan persetujuan dan tidak ada rumah tangga yang menolak pelepasan nyamuk.

Kami juga mengubah metode pelepasan nyamuk dewasa menjadi pelepasan telur Aedes. Kami melibatkan warga untuk menetaskan telur yang sudah terinfeksi Wolbachia di ember-ember yang ditempatkan di rumah-rumah mereka. Melibatkan warga untuk beternak telur Aedes aegypt ber-Wolbachia ini di rumah mereka sendiri menciptakan rasa kepemilikan yang besar terhadap penelitian ini.

Hasil

Pantauan mingguan dari nyamuk Aedes menemukan bahwa bakteri Wolbachia telah dan tetap menyebar di lebih dari 80% populasi nyamuk. Ini menunjukkan bahwa penyebaran Wolbachia di populasi nyamuk bersifat berkelanjutan.

Pengamatan kami terhadap kasus demam berdarah di masyarakat menunjukkan bahwa ketika sebagian besar nyamuk sudah ber-Wolbachia, tidak terjadi transmisi setempat demam berdarah di wilayah tersebut. Ini artinya mereka yang terjangkit demam berdarah terinfeksi dari luar wilayah pelepasan.

()
Tanpa keterlibatan dan persetujuan komunitas, mustahil untuk memperoleh hasil yang positif ini. Langkah selanjutnya adalah mereplikasi kisah sukses di Sleman dan Bantul ke populasi yang lebih besar: Kota Yogyakarta dengan jumlah penduduk sekitar 450.000 orang. Pada tahun 2020, kami berharap bahwa Indonesia akan mengadopsi penggunaan Wolbachia sebagai alternatif pencegahan demam berdarah di tingkat nasional

Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.