Hutan tropis kaya karbon yang terkenal sebagai habitat paling tak terganggu, nampaknya jadi ‘benteng’ ideal untuk hewan sensitif dan terancam, terutama dibandingkan dengan daerah karbon rendah seperti perkebunan kayu dan perkebunan sawit.
Sampai saat ini, kesimpulan berbasis data yang menghubungkan tingkat tinggi karbon dan keragaman hayati jadi konsep yang sulit dipahami.
“Ilmuwan telah mencoba menghubungkan karbon dengan keragaman hayati selama beberapa tahun, tetapi dengan keberhasilan bervariasi,” kata Nicolas Deere, ekolog di Institut Konservasi dan Ekologi Durrell, University of Kent di Inggris, dalam sebuah wawancara.
Penelitian terbaru Deere dan rekan mengungkapkan, hutan tropis berkarbon tinggi mendukung lebih banyak keragaman hayati dibandingkan karbon rendah. Temuan ini memperkuat kasus penggunaan penilaian karbon untuk mengidentifikasi hutan penting untuk konservasi di sejumlah bidang. Tim ini mempublikasikan penelitian mereka 6 November silam di Journal of Applied Ecology.
Artikel terkait: Australia Menjadi Salah Satu Penyebab Hilangnya 50 Persen Keanekaragaman Hayati di Dunia
Tim peneliti ini memilih bagian-bagian kecil dari hutan dan perkebunan yang membentuk kawasan Stabilitas Ekosistem Hutan yang Terancam (Stability of Altered Forest Ecosystems, or SAFE), area proyek di Sabah bagian selatan, Kalimantan, Malaysia.
Untuk menunjukkan hubungan antara tingkat karbon dan keragaman hayati, mereka menggunakan data satelit beresolusi tinggi dalam menentukan area karbon tinggi. Tim juga pakai kamera pengintai untuk mencatat spesies di habitat berbeda.
Studi sebelumnya sering melihat kumpulan data lebih kasar, di mana nilai karbon di area lebih luas mungkin menunjukkan berbagai kualitas hutan berbeda.
Di tempat-tempat seperti Sabah, di mana manusia telah mengubah sebagian besar bentang alam, sisa hutan relatif murni mungkin bersebelahan dengan pertanian atau perkebunan sawit.
Baca juga: Beragam Keanekaragaman Hayati Membuat Ekosistem Tahan Terhadap Perubahan Iklim
Ketika dirata-ratakan di area luas, kata Deere, nilai karbon dari fragmen itu akan terseret oleh daerah pertanian seki
Begitu juga, penelitian yang melihat keragaman nhayati pada skala lebih luas daripada data yang dikumpulkan dengan kamera pengintai sering melewatkan dampak menyeluruh yang dapat diperoleh kualitas hutan terhadap keragaman spesies di suatu daerah.
Dia contohkan, keberadaan hewan yang bertahan di perkebunan sawit bisa memberi kesan keliru bahwa daerah masih ditinggali berbagai jenis spesies. Kondisi sebenarnya, ‘spesies yang toleran gangguan’ ini malah mengaburkan kenyataan.