"Kepulauan Sampah" di Amerika Tengah Tunjukkan Masalah Pencemaran Laut

By , Senin, 27 November 2017 | 16:00 WIB

Massa yang mengambang dari beberapa pantai asli Karibia memberikan bukti suram tentang masalah sampah plastik yang luas dan berkembang. Menurut penduduk setempat, aktivis, dan para ahli, sampah plastik tersebut tanpa disadari akan menjadi pencemaran laut yang parah.

Potret "pulau-pulau sampah" diambil oleh fotografer Caroline Power yang tinggal di pulau Roatan, Honduras. “Sampah-sampah itu terus memasuki samudera kita yang mengarah pada pembentukan area sampah," katanya kepada AFP melalui e-mail.

Beberapa detritus—sampah, termasuk bangkai yang meluruh—mengelompok dalam ombak yang didokumentasikannya di pantai sekitar Omoa, sebuah kota tepi laut di Honduras utara. Limbah rumah sakit dan wadah plastik dari semua jenis juga termasuk di dalamnya.

Honduras: Guatemala Penyebabnya

"Ini adalah bencana lingkungan," ujar wakil walikota Omoa, Leonardo Serrano, kepada AFP. Serrano menyalahkan sampah di Guatemala dan mengklaim bahwa masyarakat Guatemala membuang sampah mereka ke sungai dan berkumpul di laut untuk membentuk “pulau-pulau sampah”.

Meskipun begitu, tetap tidak ada yang tahu darimana sebenarnya sumber sampah itu berasal. "Kami juga tidak tahu darimana sampah itu berasal," katanya. "Salah satu sumber utamanya adalah sungai-sungai di daratan Honduras dan Guatemala. Namun, sisanya bisa datang dari mana saja, bisa datang dari arus mana saja, seperti Amerika Tengah atau Karibia.”

Artikel terkait: Plastik Ditemukan dalam Pencernaan Hewan Penghuni Palung Terdalam di Bumi

Beberapa plastik mikro diperkirakan telah mengambang selama bertahun-tahun, yang menyebabkan terciptanya “pulau-pulau sampah” ini. Kepala pariwisata kota, Amilcar Fajardo menuturkan, selama musim hujan pada Mei hingga Desember di Honduras, sampah yang mengambang di tanjung-tanjung dan pantai-pantai di Omoa merusak daya tarik kota tersebut.

Fotografer Caroline Power mengatakan bahwa sebuah pulau limbah plastik yang baru saja didokumentasikannya lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di samudra Atlantik dan Pasifik. Sampah plastik telah menjadi konsekuensi umum bagi lingkungan. Namun, kondisi ini benar-benar sangat memprihatinkan. (Phys.org)

Di jalan-jalan, dia menunjukkan botol plastik, wadah obat-obatan, dan kaleng insektisida kosong dengan label Guatemala untuk membuktikan maksudnya.

Ahli biologi kelautan, Nancy Calix, mengatakan bahwa sebagian besar sampah tenggelam ke dasar laut dan merusak fauna bawah laut. "Kami telah menemukan ikan, bahkan kura-kura setinggi satu meter, mati setelah menelan plastik-plastik itu," katanya.

Calix menambahkan, masalah sampah plastik telah terungkap sejak tiga tahun yang lalu. Namun, masalah tersebut justru semakin parah.

Pembersihan yang Tidak Efektif

Balai kota Omoa akhirnya menanggung biaya pembersihan pantai. Namun, sampah yang datang justru lebih cepat daripada usaha petugas kebersihan itu sendiri untuk membersihkannya.

"Pada hari Jumat, kami mengisi 20 truk sampah masing-masing 13 meter kubik (460 kaki kubik), dan hampir tidak ada bedanya," kata Walikota Omoa, Ricardo Alvarado. "Kami bahkan menemukan tas berisi darah yang berasal dari rumah sakit Guatemala,” tambahnya.

Alvarado mengatakan bahwa terkadang bagian pantai digali untuk mengubur sampah. Bagaimanapun, sebagian besar limbah dibawa ke tempat pembuangan sampah kota dengan biaya tinggi bagi pembayar pajak setempat.

Baca juga: Indonesia Siapkan Dana Rp13,4 Triliun untuk Bersihkan Sampah Plastik di Laut

Awal pekan silam, Menteri Lingkungan Guatemala, Sydney Samuels, berjanji untuk membangun pabrik penanganan sampah senilai 1,6 juta dolar di Sungai Motagua—yang membentang di sepanjang sisi Guatemala perbatasan—untuk menangani beberapa tempat sampah.

Awal bulan November, Menteri Luar Negeri Guatemala, Sandra Jovel, telah bertemu dengan pejabat Honduras untuk membahas masalah pencemaran tersebut.

Menurut UN Environment Programme, 6,4 juta ton sampah berakhir di laut setiap tahunnya, dengan sebagian besar 70 persen jatuh ke dalam laut. Sekitar 15 persen tetap bersirkulasi pada arus laut, sementara sisanya berkumpul di pantai.