Melihat Fosil Penyu dan Terumbu Karang di Gua Batu Cermin

By , Rabu, 29 November 2017 | 19:00 WIB

Tanpa air pun, cahaya yang masuk persis di lubang bagian atas bukit ini memantul di dinding goa seperti senter. Ada banyak lubang-lubang atas lain namun berada di bagian luar goa pekat gelap ini.

(Baca juga: Menelusuri Jejak Manusia Modern Pertama di Gua Braholo Gunungkidul)

Dari sudut sejarah nama Gua Batu Cermin ini rombongan balik lagi ke lokasi lorong utama. Di sini Roi mengajak semua sumber cahaya dimatikan. Selama 2 menit, kami diminta menikmati kesunyian dan kegelapan tanpa suara. “Bagaimana rasanya?” tanyanya. Ia mengira lorong ini tempat warga belajar karena seperti lokasi meditasi yang sejuk dan hening. Cocok sebagai suasana belajar yang memerlukan konsentrasi.

Untuk memberi kesempatan rombongan lain menjelajah, kita harus segera kembali ke pintu masuk dengan menunduk sepanjang area stalagtit dan stalagmit.

Gua yang memiliki jalur jalan sekitar 200 meter ini menarik dijelajahi bersama orang yang mengerti batuan untuk menjelaskan fenomena motif dan rekahannya. Seperti jalur sungai membelah bebatuan. Pada bagian luar goa yang disinari lebih banyak cahaya, fosil-fosil lain terlihat seperti ikan purba di dinding goa. Bentuknya masih mudah dikenali dari sirip samping dan ekornya.

Sebagian gua juga terlilit akar pohon. Akar pohon ini menutup sejumlah pintu masuk menciptakan sensasi perjalanan di bawah tanah.

Tangga menuju lorong gua memperlihatkan ketinggian goa lebih dari 70 meter di kawasan Gua Batu Cermin, di Desa Waesambi, dekat pusat kota Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT (Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia)

Sebuah tangga beton membantu menunjukkan jalan keluar. Tidak terlihat ada tanda-tanda petunjuk jalan masuk atau keluar di goa ini. Jika tanpa pemandu, mungkin bisa masuk lagi namun tidak akan membuat tersesat karena areanya tak terlalu luas.

Pada siang hari, gua ini rata-rata dikunjungi puluhan orang. Sejumlah satwa liar seperti monyet ekor panjang juga menggunakan goa ini sebagai rumah. Namun mereka lebih memilih tinggal di gua bagian luar agar tak terganggu pengunjung.

Peristiwa pelarutan aneka jenis batuan dari air hujan dan air tanah ini mencipatkan lorong-lorong dan bentukan bebatuan aneka motif. Di bagian dalam, bebatuan dibasuh air garam terlihat seperti batu mulia karena berkilau. Bebatuan berlubang dengan bentuk menarik, seperti sengaja dipahat. Ada juga pelapukan di tebing yang dianggap menyerupai gambar Bunda Maria karena kikisan bebatuan ini berwarna putih sementara sekelilingnya gelap.

Saat hujan deras, menarik diamati bagaimana air garam dan air tanah ini mengalir ke lorong-lorong dan mungkin membantuk desain gua baru di masa depan.

Labuan Bajo, kota pelabuhan yang makin ramai dengan aktivitas kapal layar wisata ini menyimpan sejumlah situs geologi dan arkeologi lain. Suasana perbukitan berpadu dengan suasana laut dengan puluhan pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo.

Artikel ini pernah tayang di mongabay.co.id dengan judul Melihat Fosil Penyu dan Terumbu Karang di Gua Batu Cermin