Tren "Kodokushi", Mati Dalam Kesendirian Terus Tumbuh di Jepang

By , Jumat, 1 Desember 2017 | 11:00 WIB

Bau busuk tercium saat petugas kebersihan, Hidemitsu Ohshima, masuk ke sebuah apartemen kecil di Tokyo, di mana seorang pria terbaring dan membusuk selama tiga pekan.

Dilansir dari AFP, Kamis (30/11/2017), pria yang diyakini berusia 50 tahun itu meninggal sendirian di kota dengan penduduk lebih dari 10 juta orang, tanpa seorang pun tahu dia telah meninggal dunia.

Dia menjadi korban dari "Kodokushi" atau mati dalam kesendirian, sebuah tren yang terus bertumbuh menimpa kalangan lansia di Jepang.

(Baca juga: Kesepian Membuat Tubuh Rentan Sakit)

Dengan baju pelindung lengkap dan sarung tangan karet, Oshima mengangkat kasur pria itu yang sudah dipenuhi belatung dan serangga hitam.

"Ugh, ini sangat serius. Anda mengenakan baju pelindung untuk mencegah serangga yang mungkin membawa penyakit," katanya.

Kodokushi menjadi masalah yang terus berkembang di Jepang, di mana 27,7 persen dari populasi yang berusia lebih dari 65 tahun, dan banyak orang menyerah untuk mencari pasangan hidup di usia paruh baya.

Para ahli menyatakan kombinasi antara budaya Jepang yang unik, sosial, dan faktor demografi bergabung menjadi masalah serius.

(Baca juga: Mengapa Kita Merasa Kesepian?)

Tak ada angka resmi terkait kodokushi, namun kebanyakan ahli meyakini sebanyak 30.000 orang mati dalam kesendirian per tahunnya.

Masyarakat modern Jepang mengalami perubahan budaya dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir.

Pakar demografi mengatakan jaring pengaman sosial negara tersebut telah gagal mengimbangi beban keluarga untuk merawat orangtua.

"Di Jepang, keluarga menjadi fondasi dukungan sosial," kata Kasuhiko Fujimori, kepala riset di Institut Informasi dan Penelitian Mizuho.