Mengapa Anak-anak Butuh Risiko, Rasa Takut, dan Keriangan Ketika Bermain?

By , Sabtu, 2 Desember 2017 | 13:00 WIB

“Hati-hati!” “Jangan tinggi-tinggi!” “Stop!”

Cemas akan keselamatan anak, orang tua kerap memperingatkan anak-anak agar berhati-hati ketika bermain. Riset terbaru menunjukkan, cara pengasuhan seperti ini terlalu protektif. Selain itu, anak-anak membutuhkan kesempatan lebih banyak untuk bermain dengan risiko.

Permainan yang berisiko seru dan menegangkan, membuat anak-anak menguji batasan mereka dan bermain-main dengan hal-hal yang tak pasti. Mereka memanjat pohon, membangun benteng, menjelajahi wilayah dengan teman, atau bermain tangkap bendera.

Riset memperlihatkan, permainan berisiko punya kaitan dengan peningkatan aktivitas fisik, kemampuan sosial, kemampuan mengelola risiko, ketangguhan, dan rasa percaya diri. Temuan-temuan ini secara intuitif masuk akal saat kita melihat anak-anak bermain.

Yang penting untuk dipahami adalah, keputusan tentang apa yang berisiko bagi tiap-tiap anak ketika bermain bukanlah terletak di tangan orang tua atau pakar.

Seharusnya, anak-anak diberi ruang mental dan fisik agar mereka menentukan sendiri tingkat risiko seperti apa yang wajar bagi diri mereka: cukup menegangkan sehingga terasa seru, tetapi tidak terlalu jauh sehingga jadi menakutkan.

(Baca juga: Pengalaman Masa Kecil yang Picu Perilaku Psikopat)

Pengalaman saya bertahun-tahun sebagai peneliti yang mempelajari pencegahan cedera membuat saya paham tentang persoalan apa saja yang bisa terjadi dan bagaimana mencegahnya. Namun karena saya juga seorang doktor di bidang psikologi perkembangan, saya memiliki keprihatinan bahwa kita terlalu melindungi anak-anak kita. Mencegah anak kita menjelajahi ketidakpastian dapat tanpa sengaja menciptakan dampak negatif terhadap kesehatan dan perkembangan anak seperti peningkatan perilaku “sedentary” (banyak duduk dan tidak aktif) juga kecemasan dan fobia.

Harapan dan kecemasan orang tua

Banyak orang tua di Kanada yang saya ajak bicara untuk penelitian saya, mengakui pentingnya permainan berisiko tetapi mereka diliputi kecemasan akan cedera serius atau penculikan. Mereka juga khawatir dilaporkan ke pejabat berwenang karena membiarkan anak mereka mengambil risiko. Kecemasan ini bisa membuat mereka kesulitan membiarkan anak dan bisa mengakibatkan proteksi berlebihan.

Namun belakangan saya menengarai tren ke arah sebaliknya: orang tua yang khawatir anaknya penakut dan tidak berani mengambil risiko. Mereka ingin tahu cara membantu anak mengambil lebih banyak risiko ketika bermain.

Tren ini juga mengkhawatirkan, sama halnya dengan proteksi berlebihan. Kedua pendekatan ini dapat membahayakan dan meningkatkan risiko cedera karena mereka mengabaikan kemampuan dan preferensi si anak. Bagaimana seorang anak bisa belajar mengenai dirinya sendiri dan cara dunia bekerja jika orang dewasa terus-terusan mendiktekan pada mereka apa yang bisa mereka lakukan dan cara melakukannya?

(Baca juga: Orangtua, Lakukan Hal Ini untuk Lindungi Anak dari Predator Seksual)