Mungkinkah Manusia Bersahabat dengan Monyet dan Primata Lain?

By , Rabu, 6 Desember 2017 | 17:30 WIB

Di sebuah desa di tenggara India, seorang bocah laki-laki bernama Samarth menjadi pembicaraan di media lokal karena "bersahabat" dengan kawanan monyet liar.

Dalam sebuah video, tampak anak laki-laki berusia sekitar setahun itu iseng mencolek tubuh teman beda spesiesnya—sekelompok monyet langur abu-abu, yang populasinya cukup besar di wilayah tersebut.

Mereka juga tampak duduk bersama, berbagi roti, dan bermain-main. Samarth menarik pelan ekor monyet dan mengejar mereka. Pada gilirannya, monyet-monyet itu melompat-lompat, mengejarnya kembali. Sekilas, mereka tampak seperti sekelompok anak manusia yang sedang bermain bersama.

Media lokal menggambarkan interaksi Samarth dan monyet langur abu-abu sebagai "persahabatan luar biasa antara manusia dan monyet".

Ini bukanlah satu-satunya kisah manusia yang menjalin ikatan pertemanan dengan kerabat liar kita.

April lalu, seorang anak perempuan ditemukan telanjang dan sendirian di tengah hutan. Penyebar kabar awal keliru melaporkan bahwa dia telah dibesarkan oleh sekelompok monyet. Namun, terlepas dari kesalahan yang dipublikan secara luas, orang-orang banyak yang berspekulasi tentang kemungkinan interaksi semacam itu.

Perdebatan serupa juga muncul pada tahun 2016, ketika anak laki-laki terjatuh ke kandang gorila bernama Harambe.

Dalam kedua kasus tersebut, orang-orang ingin percaya bahwa primata mungkin mau membantu manusia yang membutuhkan pertolongan. Namun, bagaimana sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang biologi?

Pandangan para ahli

Memang benar, bahwa monyet adalah kerabat biologis jauh kita, kata para ahli, namun kemungkinan besar mereka tidak memandang kita seperti itu.

"Kenyataannya, hewan-hewan ini sangat oportunistik," kata Luisa Arnedo, staf senior National Geographic Society, yang mendapatkan gelar PhD di bidang penelitian primata.

Manusia, seperti halnya anak laki-laki dalam video di atas, sering mendekati monyet-monyet di daerah tersebut dengan membawa makanan. Arnendo menjelaskan bahwa spesies monyet itu cenderung sangat sosial. Mereka hidup dalam kelompok yang terdiri hingga 15 individu. Kawanannya sering memiliki jumlah individu remaja yang cukup banyak. Selain itu, sangat umum bagi indivu di dalam kelompok untuk mengekspresikan empati ke satu sama lain.

"Persahabatan dan kolaborasi sangat penting bagi kelompok untuk bertahan hidup," katanya.

Sementara itu, antropolog dari University of Notre Dame, Augustin Fuentes mengatakan bahwa primata mungkin bisa menolong manusia, tapi sangat langka terjadi. Menolong orang asing, kata Fuentes, "merupakan perilaku pembeda manusia. Hal inilah yang membedakan manusia dari makhluk lain," katanya.

Baik Arnedo dan Fuentes memberikan catatan pribadi tentang ikatan yang tumbuh dengan monyet yang mereka pelajari di lapangan.

"Jika Anda menghabiskan cukup waktu dengan mereka, mereka mungkin merasa bahwa Anda merupakan bagian dari kelompok," kata Arnendo. Tapi ia menambahkan, seperti halnya manusia, primata terbentuk oleh faktor-faktor lingkungan dan kepribadian individu. Primata yang hidup di wilayah yang sering menjadi sasaran perburuan mungkin akan lebih menunjukkan sikap bermusuhan dengan manusia daripada primata yang sering diberi makan.

Kedua ahli sepakat, alasan mengapa monyet mau "berteman" dengan seorang anak di India, kemungkinan lebih karena makanan yang ia bawa ketimbang hal-hal lain. Ukuran tubuhnya yang kecil juga mungkin membuatnya tampak tak terlalu mengintimidasi dibanding orang dewasa.

"Kita tahu monyet bisa membedakan laki-laki dari perempuan, anak-anak dari orang dewasa. Kami bahkan berpikir di beberapa tempat mereka bisa memberi tahu kewarganegaraan," kata Fuentes, merujuk bahwa orang-orang dari berbagai daerah cenderung menunjukkan pola perilaku yang berbeda.

Jika bukan seorang profesional terlatih, sebaiknya Anda tidak mendekati monyet liar. Selain bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh monyet terhadap manusia, seperti gigitan atau penyakit, manusia juga bisa menyebarkan penyakit ke hewan, mengganggu pola makan, berburu, dan perilaku alaminya. Tetap berada di jarak aman merupakan cara terbaik untuk mengamati satwa liar.