Dewasa ini banyak negara di dunia yang menyarankan warganya untuk mengonsumsi makanan tertentu. Salah satu tujuannya untuk memperbaiki kesehatan.
Fenomena ini menggelitik Paul Behrens, seorang peneliti dari Universitas Leiden, Belanda, untuk mengaitkannya dengan lingkungan.
Menurutnya, memproduksi makanan apapun jenisnya dapat mempengaruhi planet ini. Sebab, masing-masing kebijakan itu memiliki dampak yang beragam pada lingkungan, tergantung pada makanan yang dianjurkan.
Riset yang sudah diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences pada 31 Oktober 2017 itu menganalisis 37 negara berbeda yang merekomendasikan warganya untuk mengonsumsi makanan tertentu.
Behrens mendapat kesimpulan, secara umum kebijakan negara tersebut bersifat baik untuk lingkungan hidup. Misalnya saja emisi gas rumah kaca akan turun, saluran air akan kurang mendapat polusi dari pupuk, dan berkurangnya lahan untuk memberi makan manusia.
(Baca juga: Perubahan Iklim Bisa Berdampak Pada Pasokan Pangan Dunia)
"Kami punya alat yang sempurna untuk menganalisis hal ini," ujar Bahrens dikutip dari National Public radio (NPR), Senin (4/12/2017).
Bahrens dan koleganya telah mendapat kumpulan data yang digunakan untuk menghitung emisi gas rumah kaca, permintaan lahan, atau polusi pupuk karena meningkatnya jenis makanan tertentu di dunia.
Melalui alat tersebut, mereka mengklaim dapat membandingkan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari membiarkan ternak merumput di Australia dan memberi makan jagung di peternakan hewan Amerika Utara.
Hal pertama yang mereka analisis adalah dampak dari apa yang dimakan manusia terhadap lingkungan. Kemudian para ilmuwan baru menganalisis dampak pergeseran makanan yang dianjurkan pemerintah di setiap negara.
Mayoritas negara menganjurkan untuk mengurangi konsumsi daging, unggas, dan telur. Negara yang menyarankan diet semacam ini akan berpengaruh pada perubahan pemakaian lahan yang dibutuhkan untuk menumbuhkan pakan ternak.
"Hal ini juga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, dan polusi air lebih sedikit. Perubahan ini dapat dilihat terutama di Brasil dan Australia yang masyarakatnya banyak mengonsumsi daging sapi," jelas Bahrens.
Kebalikan dengan Australia dan Brasil, Pemerintah India menganjurkan warganya untuk mengonsumsi daging, unggas, dan telur, karena penduduk India jarang memakan makanan berbahan tersebut. Aturan ini mengakibatkan meningkatnya emisi rumah kaca.
Dampak yang sama juga terjadi di Afrika Selatan yang menganjurkan warganya mengonsumsi banyak susu. Negara Swiss menganjurkan untuk lebih banyak konsumsi buah, sayur, dan kacang-kacangan.
(Baca juga: Sembilan Fakta Kunci tentang Pemborosan Makanan)
Hal yang paling menarik dari analisis Bahrens adalah informasi terperinci yang didapatkannya tentang rekomendasi diet di puluhan negara serta perbedaan dampak pada masyarakat yang benar-benar mengikuti anjuran tersebut.
Sementara itu, negara yang menyebutkan manfaat terhadap lingkungan untuk mengikuti rekomendasi pemerintah, jumlahnya sedikit. Ia menyayangkan hal itu. "Padahal ini alasan lain untuk beralih ke pola makan yang lebih sehat," ujar Bahrens.
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul Makan Sehat Bermanfaat, Bukan Cuma Buat Tubuh Tapi Juga Lingkungan