Video Memilukan: Beruang Kutub Kelaparan di Daratan Tanpa Es, Bukti Nyata Perubahan Iklim

By , Selasa, 12 Desember 2017 | 13:00 WIB

Saat fotografer Paul Nicklen dan para pembuat film dari kelompok konservasi Sea Legacy tiba di Pulau Baffin musim panas lalu, mereka menyaksikan pemandangan yang menyayat hati: seekor beruang kutub yang kelaparan di ujung kematiannya.

Nicklen sama sekali tidak asing terhadap beruang. Sejak masa kanak-kanaknya di ujung utara Kanada, ahli biologi yang beralih menjadi fotografer alam liar tersebut telah melihat lebih dari 3.ooo beruang di alam liar. Tapi seekor beruang kutub kurus kering, yang direkam dalam video Nicklen dan dipublikasikan di media sosial pada tanggal 5 Desember lalu, adalah salah satu pemandangan paling menyedihkan yang pernah ia lihat.

"Kami berdiri di sana, menangis. Merekamnya dengan air mata mengalir di pipi," katanya.

(Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Kini Beruang Jadi Vegetarian)

Video tersebut menampilkan beruang kutub yang sekarat, dengan tubuh yang tinggal tulang berbalut kulit berbulu putih. Salah satu kaki belakangnya terseret ketika beruang itu berjalan, kemungkinan karena atrofi otot. Mencari makanan, beruang kutub perlahan menggeledah tempat sampah terdekat yang digunakan musiman oleh nelayan Inuit. Beruang malang itu tak menemukan apa-apa dan akhirnya pasrah roboh ke tanah.

Sejak Nicklen mengunggah video itu, ia dihujani pertanyaan mengapa ia tidak turun tangan membantu hewan tersebut.

"Tentu saja hal itu terlintas di benak saya," kata Nicklen. "Tapi saat itu, saya tidak sedang berjalan dengan menenteng senapan dengan peluru berupa obat penenang ataupun 200 kg daging anjing laut."

Bahkan jika ia melakukannya, kata Nicklen, ia hanya akan memperpanjang penderitaan si beruang. Ditambah lagi, memberi makan beruang liar merupakan tindakan ilegal di Kanada.

Fotografer alam liar tersebut mengatakan bahwa ia merekam kematian beruang yang lambat dan terkepung itu karena ia tidak ingin hewan tersebut mati sia-sia.

(Baca juga: Beruang Kutub Terancam Kehilangan Habitat)

"Saat para ilmuwan mengatakan bahwa beruang menuju kepunahan, saya ingin orang-orang menyadari seperti apa rupanya. Beruang-beruang kelaparan sampai mati," kata Nicklen. "Seperti inilah rupa beruang yang kelaparan."

Terkait perubahan iklim

Dengan menceritakan kisah seekor beruang kutub, Nicklen berharap bisa menyampaikan pesan yang lebih besar tentang bagaimana iklim yang memanas memiliki konsekuensi mematikan.

Tanpa disadari, beruang kutub telah lama menjadi maskot untuk efek perubahan iklim. Sebagai hewan yang hidup hanya di wilayah Arktik, mereka sering kali menjadi yang pertama merasakan dampak pemanasan suhu dan kenaikan permukaan laut.

Beruang kutub besar berburu kawanan anjing laut di lautan yang menjadi es. Selama bulan-bulan musim panas, beruang kutub sering kali tidak makan selama berbulan-bulan selagi mereka menanti es Arktik kembali membeku.

(Baca juga: Apakah Pemanasan Global Benar-benar Nyata?)

Laporan World Wildlife Fund (WWF) pada 2002 memprediksi bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan beruang kutub terancam atau bahkan punah. Bahkan, laporan tersebut menemukan bahwa beruang kutub bergerak dari es ke tanah lebih awal dan tinggal di darat lebih lama. Hal itu secara tidak sehat memperpanjang musim puasa beruang. Di akhir musim panas, sebagian besar beruang yang diteliti oleh WWF menunjukkan tanda-tanda kelaparan.

Lima belas tahun kemudian, lahan es tempat beruang kutub berburu kian menyempit. National Show and Ice Data Center, yang melacak tutupan es setiap tahun, secara reguler mencatat penurunan tutupan es laut. Penurunan ini diperkirakan akan menjadi lebih parah dari waktu ke waktu.

(Baca juga: Kenaikan Permukaan Air Laut Melenyapkan Lima Pulau di Pasifik)

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Biosciences baru-baru ini melihat bagaimana ilmu iklim sering kali dicemooh. Studi tersebut menemukan, orang-orang yang menyangkal perubahan iklim mampu meremehkan ancaman perubahan iklim dengan mendiskreditkan ancaman yang dihadapi beruang kutub.

Meski begitu, studi yang dipublikasikan oleh European Geosciences Union tahun lalu dan U.S. Geological Survey tahun ini mengkonfirmasi pelelehan es laut terus menjadi ancaman nyata bagi beruang kutub.