Lari maraton tidaklah mudah. Itu memerlukan latihan selama beberapa bulan, sepatu yang tepat, air yang cukup, tim pendukung serta playlist lagu untuk menyemangati.
Namun, Mahsa torabi tidak memiliki itu semua.
Tahun lalu, Mahsa menjadi wanita pertama yang berhasil menyelesaikan marathon di Iran. Dia melakukannya sendiri – mengenakan hijab berwarna merah muda, tanpa mendengarkan musik dan sedikit latihan. Meskipun begitu, ia berhasil menyongsong garis finish lima jam kemudian saat mengikuti maraton dengan jarak 26 mil.
(Baca juga: Astronot Inggris Selesaikan Maraton di Stasiun Antariksa)
“Saya tidak memiliki hambatan sebagai seorang perempuan. Ayah dan ibu selalu mendukung saya untuk mencapai mimpi, Saya percaya, ketika menginginkan sesuatu, kita pasti memiliki cara untuk mewujudkannya,” cerita Mahsa.
Menyukai alam
Lahir di dekat Laut Kaspia di Greenland, Mahsa tumbuh dengan kecintaannya pada alam. “Saya mendaki gunung dan menjadi pesepeda selama 15 tahun,” ujarnya.
Mahsa pernah mendaki Damavand yang merupakan gunung tertinggi di Iran. Berlari marathon menjadi impian Mahsa setelah itu.
Namun, tujuan ini melibatkan pelanggaran aturan – bahkan undang-undang.
Beberapa tahun setelah Revolusi Islam pada 1978, Iran terputus dari kompetisi olahraga internasional. Lebih tepatnya, wanita dilarang untuk berlaga di ajang olahraga internasional.
Pada 2008, Kepala Komite Olimpiade Iran bersikeras memberikan hukuman kepada atlet yang tidak mengikuti aturan Islam. Atlet wanita tidak boleh dilatih pria dan dilarang berinteraksi dengan wasit laki-laki.
Mereka juga tidak boleh mengenakan pakaian ketat dan wajib menutupi kepalanya. Di masa lalu, Mahsa bahkan harus mendapatkan izin dari polisi untuk mengendarai sepedanya di tempat umum.
'Menyusup' ke lomba maraton
Sebenarnya, perempuan dilarang untuk mengikuti lari marathon. Namun, tidak ada yang bisa menghentikan keinginan Mahsa.
Diselenggarakan pada 2016, “I Run Iran” merupakan marathon pertama di Negara tersebut. Ada 250 peserta dari 26 negara yang bersaing di kompetisi olahraga tersebut.
Mahsa tetap ingin berlari maraton di sana meskipun ia bukan peserta resmi. Mahsa datang ke lokasi pukul 6 pagi, ketika hari masih gelap.
(Baca juga: Kenali Satu-satunya Pelari Perempuan dalam Ultra Maraton Trans-Sumbawa 200)
“Ketika saya memulainya, cuaca sangat gelap. Saya tidak memiliki nomor lari dan tidak ada siapa pun di starting point. Saya mulai lari, lari dan lari, sambil sesekali mengambil foto. Saya sangat menikmayinya. Rasanya seperti berada pada sebuah petualangan di dunia yang belum diketahui sebelumnya,” papar Mahsa.
Wanita berusia 44 tahun ini berhasil menyelesaikan lari dalam waktu lima jam 30 menit. Ini membuatnya menjadi wanita pertama yang pernah berlari marathon di Iran.
“Saya bangga ketika berhasil menyelesaikannya karena berhasil menunjukkan bahwa wanita juga bisa lari seperti pria. Jika berusaha keras, kita bisa menggapai impian yang diingankan,” tambah Mahsa.
Setelah pengalaman pertamanya itu, Mahsa telah mencapai prestasi lainnya. Ia bahkan telah menyelesaikan ultra marathon dengan jarak 155 mil di gurun Iranian yang merupakan titik terpanas di Bumi. “Saya benar-benar yakin tidak ada yang mustahil di dunia ini,” pungkas wanita yang tinggal di Tehran ini.