Perjuangan Badak Sumatera dalam Menghadapi Kepunahan Selama 10.000 Tahun

By , Minggu, 17 Desember 2017 | 14:00 WIB

Hingga kini, badak Sumatera menjadi salah satu spesies yang terancam keberadaannya di bumi. Pada tahun 2008, peneliti memperkirakan populasinya hanya tinggal di kisaran angka 220 hingga 275 ekor saja.

Status mereka dalam situs resmi International Union for Conservation of Nature (IUCN) pun belum berubah, masih endangered atau terancam punah, dan tren populasi justru terus menurun. Ironisnya, nasib badak berbulu ini ternyata tak jauh beda dengan kehidupannya di masa lalu.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology, Kamis (14/12/2017) memaparkan bahwa badak sudah berhadapan dengan fase kepunahan sejak 10.000 tahun yang lalu.

"Spesies ini sudah berada dalam fase kepunahan untuk waktu yang sangat lama," kata Terri Roth, ahli badak dari Pusat Konservasi dan Penelitian Habitat Spesies Terancam Punah kebun binatang Cincinnati, Amerika Serikat.

Artikel terkait: Sifat Soliter Menyebabkan Badak Sumatera Sulit Berkembang dan Terancam Punah

Hasil penelitian tersebut berdasarkan dari analisis genetik DNA badak Sumatera bernama Ipuh yang tinggal di Kebun binatang Cincinnati selama 22 tahun.

Tim menggunakan teknik yang disebut pemodelan Pairwise Sequential Markovian Coalescent (PSMC), yang memungkinkan mereka untuk memperkirakan populasi spesies yang mencakup ribuan generasi hanya dengan pengurutan gen dari satu individu saja.

Dengan menggunakan sampel DNA Ipuh, tim membandingkan hasilnya dengan data fosil dan iklim untuk mengumpulkan gambaran bagaimana nasib badak Sumatera selama beberapa juta tahun terakhir.

Menurut data, spesies tersebut mencapai puncak populasi sekitar 950.000 tahun yang lalu, dan jumlahnya mencapai sekitar 57.800 spesies. Namun, jumlah populasi mengalami naik turun selama Zaman Es, yang berlangsung dari sekitar 2,6 juta tahun lalu hingga sekitar 12.000 tahun yang lalu.

Artikel terkait: Berkurang Satu, Badak Sumatera Hanya Tersisa 100 Ekor di Dunia

"Data urutan genom kami mengungkapkan jika Zaman Es menjadi era naik turunnya populasi badak Sumatera," ujar Herman Mays, Jr, peneliti lain dari Marshall University.

Berdasarkan penelitian, penyebab utama penurunan populasi ada kaitannya dengan perubahan iklim di masa lalu.

Peneliti mengungkapkan jika ada kenaikan permukaan air laut yang merendam daratan yang menghubungkan pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatera dengan Semenanjung Melayu dan daratan Asia. Hal ini berakibat pada pecahnya habitat badak.