Pusat Arkeologi Nasional Menyingkap Misteri Candi yang Hilang

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 18 Desember 2017 | 09:00 WIB
Dwarapala yang ditemukan di kedalaman sekitar 2,3 meter oleh para ahli arkeologi di situs Candi Adan-adan. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Sukawati Susetyo (berkerudung warna zaitun gelap) bersama anggota tim peneliti: Agustijanto Indradjaja, Agus Tri Hascaryo, Ismail Lutfi, Suyono, Murnia Dewi, Indra Usdelfi, Atika Windiarti, dan Nio NinikYuniarsi. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

 
Sukawati Susetyo (berkerudung warna zaitun gelap) bersama anggota tim peneliti: Agustijanto Indradjaja, Agus Tri Hascaryo, Ismail Lutfi, Suyono, Murnia Dewi, Indra Usdelfi, Atika Windiarti, dan Nio NinikYuniarsi. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Sukawati menafsirkan bahwa hasil telaah ikonografis terhadap arca drawapala menunjukkan pengaruh gaya Kadiri. Sementara berdasarkan unsur bangunannya,  dia menjumpai adanya pengaruh gaya Mataram Kuno, yang berkembang sekitar abad ke-9 sampai ke-10. Tampaknya, Candi Adan-Adan merupakan bentuk arsitektur peralihan dari masa Mataram Kuno ke masa Kadiri.

Setelah temuan ini dipublikasikan beberapa waktu silam, masyarakat dan pemerintah setempat begitu antusias. Bahkan, warga dari luar kota pun berduyun menengok candi leluhur mereka yang hilang.

“Dari rekonstruksi tersebut,” ungkap Sukawati, “diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai rekonstruksi sejarah peradaban Hindu-Buddha di Kediri.”

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional rencana melanjutkan kembali penelitian di situs Candi Adan-adan pada 2018. Semoga misteri tentang candi yang tak pernah selesai dibangun ini segera terungkap tuntas. Ketika National Geographic Indonesia berharap mendapatkan informasi terkait bentuk utuh arsitektur candi  pada ekskavasi tahun depan, Sukawati menyambut dengan berkata, “Saya juga.”