Metaverse: Dunia Virtual dalam Digital. Apakah Kita Membutuhkannya?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 13 Januari 2022 | 13:00 WIB
Konser DJ Marshmello di metaverse Fortnite. Apakah metaverse menjanjikan sebagai tahap peradaban manusia berikutnya? (Marshmello/Youtube)

Nationalgeographic.co.id—Pada 2010 film Tron: Legacy tayang dengan menceritakan Sam Flynn yang mencari ayahnya, teknisi perangkat lunak dan CEO perusahaan fiktif ENCOM bernama Kevin Flynn.

Ceritanya merupakan lanjutan dari film Tron (1982), ketika sang ayah berhasil membuat dunia bernama Grid. Tetapi, setelah berhasil mengurusi permasalahan plagiarisme di dunia virtual dan mendapatkan CEO perusahaan, Kevin tidak kembali.

Selama beberapa dekade, Sam mencari ia justru masuk ke dunia virtual tersebut dari gim arcade milik ayahnya. Ternyata selama ini Kevin terjebak di sana setelah program Clu—karakter yang dibuatnya—membajak Grid, sehingga ia tertahan untuk bisa kembali.

Singkatnya, Sam, Kevin, dan program bernama Quorra, berusaha kembali ke dunia nyata dengan menyusup ke pertahanan Clu dan portal. Tetapi sang ayah terpaksa menetap di Grid untuk menghancurkan seluruh program, termasuk Clu. Dunia virtual itu hancur, bersamaan dengan Kevin yang harus mengakhiri hidupnya di tengah perjalanan berusaha keluar dari Grid.

Itulah salah satu film fiksi yang menggambarkan dunia virtual yang memiliki tempat seperti dunia nyata. Di Grid itu sendiri ada banyak kegiatan yang bisa dijalani, mulai dari bertarung bagai gladiator, mengendarai kendaraan futuristik, hingga berpesta musik.

Satu dekade dari tayangnya film Tron: Legacy, telah banyak perusahaan menciptakan dunia virtual mereka lewat berbagai gim, yang kemudian berkembang sebagai metaverse.

Di dalam meraverse yang diciptakan memiliki mata uangnya sendiri untuk menghidupi karakternya, seperti Roblox dan Second Life. Baru-baru ini juga Mark Zuckerberg membuat metaverse dengan gagasan, semua kehidupan nyata kita bisa dipindahkan ke sana, termasuk urusan kantor, hiburan, dan berbelanja.

Baca Juga: Sains di Balik 'Spider-Man: No Way Home', Mungkinkah Multiverse Ada?

Ada pula Sandbox yang berkembang dengan mata uang kripto sebagai alat transaksi di dalamnya. Metaverse ini menjanjikan kita untuk bisa membeli tanah digital, yang harganya sangat tinggi dengan kurs kripto Ethereum (ETH) dan Sandbox (SAND).

Selain itu telah banyak seminar, pelatihan, bahkan pernyataan politik, yang menjanjikan tentang pengembangan metaverse. Apakah kita sendiri membutuhkannya?

Tiga avatar di metaverse Second Life. Lewat metaverse, kita bisa hidup seperti di dunia nyata, mulai dari bekerja untuk mencari uang, hingga berbelanja dengan kurs mata uang digital tertentu. (Second Life)

Perusahaan keuangan Jefferies memperkirakan pendorong di balik metaverse adalah generasi Z atau mereka yang sekarang berusia antara sembilan dan 24 tahun. Tetapi jajak pendapat Hariss Poll menemukan hanya 38 persen yang setuju bahwa "metaverse adalah hal besar berikutnya dan akan menjadi bagian dari kehidupan kita dalam dekade berikutnya."