Ilmuwan Kembangkan Alat Pelacak Lumba-lumba

By , Rabu, 20 Desember 2017 | 15:00 WIB

Dalam mewujudkannya, dia mengembangkan metode tadi dalam beberapa langkah. Pertama, dia membuat sebuah program pendeteksi yang dapat memindai rekaman audio selama beberapa tahun dan menarik semua segmen dengan sinyal suara lumba-lumba.

Algoritme mereka kemudian mencatat segmen itu menjadi potongan lima menit dan menghasilkan rasio sinyal suara rata-rata yang berbentuk frekuensi untuk setiap jendela waktu.

Selanjutnya, program tersebut akan menggabungkan potongan suara lima menit dengan jumlah suara rata-rata dan frekuensi yang dihasilkan.

Frasier menyebut hal ini mirip dengan algoritma online yang merekomendasikan kontak di dalam media sosial, musik, atau iklan. "Meski dengan cara yang lebih sederhana," ujar Frasier.

Padahal sebelumnya, dia membutuhkan waktu sekitar tiga minggu untuk menganalisis rekaman selama satu tahun dari satu situs. Namun dengan metode algoritme, dia hanya menghabiskan waktu sekitar empat hari untuk menganalisis data rekaman dua tahun dari lima situs.

Program ini bisa membedakan tujuh kelompok suara yang berbeda. Salah satunya, program ini menangkap suara konsisten yang tak biasa dari spesies lumba-lumba Risso.

(Baca juga: Temuan Percakapan antar Lumba-lumba)

Selain itu, dia dan koleganya juga berspekulasi bila program algoritme ini mampu menangkap dua tipe suara yang mungkin adalah paus pilot bersirip pendek, dan paus pembunuh palsu. Dua spesies ini merupakan anggota keluarga lumba-lumba samudera yang hidup di teluk Meksiko.

"Kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa tipe suara mereka berasal dari faktor lain, misalnya lumba-lumba mengubah suara berdasarkan konteks atau sinyal yang ditangkap berbeda pada jarak dan sudut dari sensor," kata Frasier mengakui.

Shannon Gowans, seorang profesor ilmu biologi dan kelautan di Eckerd College di Florida, yang tidak terlibat dalam penelitian ini berkata teknik ini sangat menarik dan masih dibutuhkan studi ke lapangan langsung.

Namun, dengan metode ini, peneliti dapat menggunakannya untuk memahami perubahan kondisi laut.

Artikel ini pernah tayang di Kompas.com. Baca artikel sumber.