"Apa yang tampaknya mendorong perubahan tersebut adalah aktivitas manusia. Dua strain bersatu dan menciptakan strain patogenik global," ungkapnya.
Saat para ilmuwan berhasil mengidentifikasi strain, itu sudah terlambat sebagian besar wilayah yang terinfeksi. Sekali saja jamur chytrid muncul di suatu lingkungan, mereka tidak dapat dihilangkan tanpa melukai populasi katak.
Mencari tempat aman
Gratwicke dan timnya berharap bahwa dengan melacak ke mana katak-katak yang baru dilepaskan itu menyebar, mereka dapat menentukan di mana amfibi yang lebih rentan terhadap chytrid. Jamur ini dikenal tumbuh subur di lingkungan yang dingin dan lembab.
"Area tempat kami melakukan pelepasan adalah dataran rendah, dan ada beberapa hipotesis bahwa mungkin jika Anda melepaskan katak di area yang lebih hangat, itu mungkin bertindak sebagai penghalang klimaks untuk melawan penyakit," kata Gratwicke.
Baca juga: Selamatkan Katak, Menyelamatkan Spesies Manusia
"Jika kita mengumpulkan cukup data," Gratwicke menambahkan, "itu akan memungkinkan kita untuk memetakan tempat perlindungan," tambahnya.
Di sisi lain, Kolby, sedikit pesimistis bahwa daerah semacam itu ada. "Saya tidak optimis bahwa ada daerah alami yang jelas untuk menghindari chytrid."
Metode-metode alternatif
Sebaliknya, Kolby mencari tahu bagaimana ilmuwan bisa memanipulasi lingkungan untuk mencegah chytrid berkembang. Keasaman, misalnya, diduga dapat menghambat chytrid, dan beberapa lingkungan akuatik dapat dibuat lebih atau kurang asam berdasarkan tingkat vegetasi.
Pada kasus langka, beberapa katak badut juga telah menunjukkan resistensi terhadap chytrid, tetapi para ahli belum tahu apakah hewan tersebut yang telah beradaptasi, ataukah mereka hanya sekadar beruntung.
"Kemungkinannya, jamur ini akan menyebabkan kematian tinggi terhadap populasi ini," kata Gratwicke merujuk pada 530 katak yang baru dilepas.
Meski demikian, populasi ini akan membantu menentukan di mana tempat terbaik untuk melepaskan lebih banyak katak penangkaran di masa depan.