Selama ini saya mempelajari bahwa sayur yang tercemar tanah kebun akan banyak dijumpai telur cacing kelompok STH tersebut seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan Strongyloides stercoralis.
Telur spesies ini pasti ada karena dikeluarkan bersama feses penderita saat membuang air besar sembarangan.
Dari hasil eksplorasi hasil penelitian, saya tidak menyangka juga menemukan telur lain seperti telur cacing Taenia (26%), Fasciola (83,33%), telur cacing Clonorchis sinensis (16,67%), telur Toxocara (14,7%), dan telur Hymenolepis nana (8,3%).
Dari penemuan itu, saya mempelajari lebih dalam mengapa dapat ditemukan telur lain seperti itu. Saya mencoba menggunakan hospes (makhluk hidup yang dapat membawa parasit cacing) dan siklus hidup dari cacing tersebut untuk memperkirakan asal-usul telur hingga menempel pada sayur. Kesimpulannya, perpindahan (transportasi) dan manajemen sayur dari produsen ke konsumen, penggunaan pupuk hewan, dan cemaran dari hewan menyebabkan munculnya telur cacing lain selain STH.
Telur cacing Toxocara dapat ditularkan melalui feses kucing dan anjing, telur cacing Taenia ditularkan melalui feses hewan sapi dan babi, dan telur Hymenolepis nana melalui feses tikus. Keberadaan vektor serangga lalat juga dapat membawa telur cacing.
Berbahaya tapi minim data
Data penelitian cemaran telur cacing di sayur di Indonesia masih sedikit. Bila keadaan ini dibiarkan mungkin saja kita akan mendapatkan nol data. Mengapa bisa terjadi? Beberapa ilmu saling overlapping walau sama-sama mempelajari cacing (helminth). Fakultas kedokteran tidak bisa disalahkan juga karena prioritas sehari-harinya adalah diagnosa feses pasien. Kedokteran hewan lebih banyak mencurahkan pemeriksaan feses hewan, dan program studi ilmu non-kedokteran seperti biologi, pangan, dan lingkungan tidak semuanya mempelajari parasit cacing.
Referensi sayur yang tercemar telur cacing di Indonesia juga sangat sedikit, masih berkutat pada selada, kemangi, dan kubis. Sayur ini memang dikenal sebagai lalapan yang sering dikonsumsi orang dalam menu mie, tahu campur, nasi goreng, ayam goreng, ikan bakar, dan lain-lain. Menu makanan khas luar negeri seperti hamburger, salad, sandwich, kebab, dan steak juga memanfaatkan selada.
Penelitian di negara lain menyatakan sayur bayam, lobak, dan peterseli memiliki angka yang cukup tinggi tercemar telur cacing. Bila fakta ini kita biarkan akan menularkan penyakit kepada orang yang mengkonsumsinya.
Bagaimana menghindari cacing?
Upaya mencegah cemaran telur cacing di sayur harus segera kita lakukan karena sayur menu makanan kita sehari-hari. Apalagi iklim di Indonesia strategis untuk tumbuhnya parasit cacing.
Program pencegahan tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat. Produsen, pengusaha kuliner, dan konsumen juga harus terlibat memutus rantai penularan parasit cacing.
Penyajian kuliner dan membangun bisnis kuliner juga harus dibarengi dengan pengetahuan dasar penyakit dari kuliner. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia perlu diajak bersama dalam program memutus penularan telur cacing melalui sayuran. Kementerian Kesehatan dapat mengumpulkan perhimpunan dan asosiasi bidang kuliner untuk memberikan seminar, pelatihan, dan sertifikasi makanan dan dapur higienis.
(Baca juga: Osedax si Cacing "Zombie" Pemakan Tulang Paus)