Kilin, Barongsai Tunggangan Dewa yang Semakin Langka di Indonesia

By , Rabu, 28 Februari 2018 | 10:00 WIB

Barongsai atau kelompok hewan rekaan budaya Tionghoa ternyata amat beragam, salah satunya kilin. Kilin sendiri merupakan kasta tertinggi dari barongsai dalam tradisi Tionghoa.

"Ia dalam tradisinya kilin derajatnya paling tinggi diantara tatanan barongsai. Karena fungsinya sendiri buat ritual," tutur Irwan Rahardja, keturunan keempat pelestari kilin Perguruan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih, Bogor.

Kilin dianggap tunggangan para dewa. Ia tak boleh sembarang keluar untuk sekadar menghibur, seperti barongsai. Apalagi jika diperuntukkan hanya untuk kepentingan komersial saja.

(Baca juga: 7 Wisata Budaya yang Bisa Dilakukan Saat Imlek)

"Kilin punya fungsi khusus untuk mengantar dewa, bukan sekadar penghibur. Baik pada saat Imlek ataupun Cap Go Meh," tambahnya.

Tak heran, masyarakat etnis Tionghoa di berbagai tempat begitu menantikan hewan rekaan ini keluar hanya beberapa saat dalam setahun.

Selain itu, keunikannya dibandingkan jenis hewan rekaan dalam kebudayaan Tionghoa lain ialah mulai dari badan, gerakan tubuhnya, hingga prosesi ritual keluarnya kilin sebelum tampil.

Suasana saat Barongsai Kilin diarak menuju tempat ritual pemandian di Pulo Geulis, Bogor, Jawa Barat. Warga Tionghoa Bogor rutin memandikan kilin, di Sungai Ciliwung. Kilin merupakan kasta tertinggi dari tradisi barong. (Maulana Mahardhika/Kompas.com)

Dari perawakannya, meski ukurannya relatif sama dengan barongsai, kilin memiliki bulu yang lebih sedikit. Terlihat dari sisik dan kepalanya kilin yang minim bulu.

Kilin memiliki perawakan naga yang lebih dominan dari barongsai. Contohnya ia punya tanduk di kepalanya. Selain itu yang sangat mencolok ialah kilin memiliki janggut yang panjang. Lalu untuk gerakan tubuhnya, hewan ini amat kompleks. Karena kilin merupakan jenis hewan rekaan yang menggambarkan filosofi 13 unsur binatang.

"Kilin itu dipercaya sebagai hewan tunggangan dewa yang terbuat dari 13 unsur binatang. Seperti tanduk rusa menjangan, sisik naga, empat kaki dari binatang yang berbeda seperti kuda, dan bebek, sedangkan ekornya kura-kura," tutur Pieter, instruktur dari PGB Bangau Putih, Bogor, yang merupakan satu-satunya sanggar pelestari kilin.

Lalu, untuk prosesi keluarnya kilin dari perguruan sebelum tampil, harus melalui berbagai ritual minimal 15 hari sebelumnya. Seperti persiapan tim yang menampilkan kilin dengan berpuasa, meminta restu dari leluhur, hingga memandikannya.

"Uniknya kilin ini keluar gimana dewa yang diundangnya. Kalau di Cap Go Meh tahun ini ternyata dewanya tidak mau, ya sudah kilinnya nggak main," ungkap Irwan Rahardja.