Harimau Sumatra Mati Ditombak, dan Kesemrawutan di Balik Konflik Manusia dengan Harimau

By , Selasa, 6 Maret 2018 | 13:00 WIB
Tanpa kulit kepala dan kulit wajah, harimau Sumatera dimusnahkan. (Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia)

Diancam

Gunawan menjelaskan, informasi adanya konflik harimau dengan manusia sudah beredar dua bulan lalu. Untuk mengatasinya, pihaknya bersama tim TNBG melakukan sosialisasi ke warga, menerangkan bahwa harimau Sumatra merupakan satwa liar dilindungi. Ada ancaman pidana, lima tahun penjara dan denda Rp100 juta. Pihaknya juga memasang kamera jebak di sejumlah lokasi strategis.

Namun begitu, belum lama ini juga, pihaknya yang membuka pos di sekitar lokasi, sempat berkonflik dengan warga desa. Bahkan, ia dan anggotanya, beserta petugas TNBG sempat disandera warga. Satu unit mobil TNBG dirusak.

Setelah itu, warga mengusir petugas. “Namun, sebelumnya, kami dipaksa menandatangi surat yang dibuat sejumlah warga. Isinya menyatakan, memperbolehkan mereka membunuh harimau yang masuk desa. Selain itu juga, memaksa kami menandatangani surat untuk mengkaji ulang kawasan TNBG yang masuk desa mereka,” jelasnya.

“Dengan keterancaman, saya bersama tim menandatangi surat tersebut. Kepala saya dilempar sepatu. Kami dilepas dan diusir dari desa, padahal niat kami ingin mengatasi konflik satwa. Kami menyatakan, jangan membunuh harimau, jika terpantau, kami akan evakuasi dengan cara membiusnya dan membawa ke tempat aman,” ungkap Gunawan.

“Kami masih mendalami kasus ini. Sembari berjalan, sosialisasi dan pendekatan ke warga tetap dijalin, karena bisa jadi ada harimau lain di sana. Kami tidak ingin ada harimau mati lagi,” terangnya.

Haray Sam Munthe, Direktur Sumatran Tiger Ranger (STR), menyayangkan pembunuhan harimau Sumatra terjadi. Menurutnya, rusaknya hutan yang menjadi habitat satwa dilindungi ini, lagi-lagi sebagai faktor penyebab konflik. Pelaku yang membunuh serta yang menguliti wajah harimau wajib diproses hukum.

“KLHK harus memberikan tindakan tegas bagi petugas yang lalai. Juga, memproses siapa saja yang terlibat dalam pembalakan liar di sana, yang menyebabkan habitat harimau hancur,” jelasnya.

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting, mengatakan terkait harimau di Desa Bangkelang yang dilumpuhkan masyarakat bersama personil Polsek Batang Natal, kejadian bermula saat ada warga melihat harimau itu di kolong rumahnya Sofii. Warga pun melaporkan ke Kepala Desa Bangkelang, yang informasi tersebut ditindaklanjuti ke Polsek Batang Natal.

“Atas laporan tersebut, Polsek Batang Natal menurunkan beberapa personil. Tiba di lokasi, personil melihat harimau telah dikepung warga. Untuk mengantisipasi penyerangan, Polsek Batang Natal menghubugi petugas TNBG dan BKSDA Kabupaten Madina,” jelasnya.

Baca juga: Pohon Berambut di Permakaman Depok Bikin Heboh, Ini Penjelasan LIPI

Rina menuturkan, saat menunggu kedatangan petugas TNBG dan BKSDA, tiba-tiba harimau bergerak, sehingga warga menombaknya hingga mati. Untuk memastikan kematiannya, personil Polsek Batang Natal menembak tubuh harimau itu satu kali. Selanjutnya, bangkai diserahkan ke petugas TNBG dan BKSDA untuk dilakukan nekropsi, serta berkoordinasi dengan Polres Madina untuk dilakukan pemusnahan sebagaimana prosedur BKSDA.

“Perlu kami laporkan juga, Jumat (16 Februari 2018), diduga, harimau ini menyerang seorang warga Desa Bangkelang, yang membuatnya terluka. Sekarang, situasi aman dan kondusif,” tandasnya.

Artikel ini sudah pernah tayang di Mongabay.co.id. Baca artikel di sini.