Menghadapi Gempa Megathrust, Sebaiknya Persiapkan Perlengkapan Darurat Ini

By Gregorius Bhisma Adinaya, Rabu, 14 Maret 2018 | 16:00 WIB
Mempersiapkan diri dengan berbagai perlengkapan dan perbekalan utama (Pixsooz)

Nationalgeographic.co.id - Gempa yang terjadi pada akhir Januari 2018 lalu menjadi sebuah pengalaman yang tidak terlupakan bagi warga Jakarta. Bukan tanpa alasan, gempa yang berpusat pada 91 kilometer baratdaya Lebak, Banten ini ternyata dirasakan kuat oleh warga Jakarta.

Semua orang berhamburan ke luar gedung perkantoran, sebagian lagi bertahan di bawah meja karena mereka bekerja pada lantai atas.

Tidak hanya dirasakan oleh warga Jakarta, namun gempa dengan kedalaman 61 kilometer ini juga dirasakan oleh warga Bogor, Bekasi, Tangerang Selatan dan Garut.

Baca juga: Power Bank Dilarang di Pesawat, Ini yang Harus Diperhatikan

Gempa Banten yang terasa besar di Jakarta kemarin juga menandai aktivitas zona tektonik di selatan Jawa yang semakin meningkat. Hal ini ditegaskan oleh Irwan Meilano, ahli geodesi kebumian di Institut Teknologi Bandung (ITB) kepada Kompas.com pada Selasa (23/1/2018) lalu.

Pembicaraan mengenai gempa megathrust pun menjadi topik yang semakin hangat dan banyak dibicarakan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa Jakarta berpotensi terus menerus terdampak gempa dari patahan di sekitarnya. Hal ini disampaikan Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG Pusat dalam acara diskusi antara BMKG dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Jakarta, pada Rabu (28/2/2018).

Potensi gempa raksasa di zona subduksi (tumbukan lempeng) Selat Sunda itu disimpulkan dari keberadaan kosong gempa (seismic gap) sepanjang 350-550 kilometer (km). Zona kosong gempa itu sangat mungkin menyimpan potensi gempa raksasa karena energi dari gesekan dua lempeng bumi masih tersimpan.

"Dengan membuat estimasi lebar dan slip-nya dikalikan panjang seismic gap itu, kami perkirakan potensi kekuatan gempanya dan ketemu sekitar Mw 9 itu," kata peneliti tsunami pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Widjo Kongko, Senin (31/3), di Jakarta.

Peneliti gempa bumi dari Pusat Penelitian Geo Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung, Eko Yulianto, mengatakan potensi gempa raksasa di Selat Sunda menjadi pengetahuan umum peneliti. "Setelah gempa Aceh 2004 dan Sendai 2011, kalangan ilmuwan meyakini bahwa gempa dan tsunami raksasa bisa terjadi di seluruh zona subduksi di mana pun," kata dia.

Di Indonesia, potensi gempa besar dapat terjadi di zona subduksi Mentawai, Selat Sunda, selatan Bali, Flores, hingga sekitar Ambon dan Papua. Eko pernah meneliti endapan tanah di sekitar Sungai Cikembulan, Pangandaran, Jawa Barat, untuk mencari jejak tsunami masa lalu. Ditemukan jejak tsunami besar 400 tahun lalu. "Data ini harus dikonfirmasi dengan pengeboran," tambah Eko.

Ketika gempa terjadi saat kita berada di gedung bertingkat tinggi, carilah tempat berlindung yang aman dan kuat seperti di bawah meja kerja. (Thinkstock)

Pusat gempa pada Selasa (23/1/2018) pukul 13.34 WIB berdasarkan data USGS. (Gregorius Bhisma Adinaya)

Priceza.

  1. Air minum. Manusia dapat bertahan tanpa makanan, namun sulit untuk bertahan tanpa air minum. Hal ini diakibatkan karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari zat cair yang perlu diperbarui terus menerus agar tidak terjadi dehidrasi. Ketika gempa besar dan tsunami terjadi, air bersih akan sulit didapat, sehingga air minum wajib masuk ke dalam tas perlengkapan kita.
  2. Makanan. Walau manusia dapat bertahan tanpa makanan, namun ketika kita tidak makan dalam waktu yang lama, tubuh kita dapat melemah sehingga menyulitkan kita dalam bertahan. Makanan yang disarankan adalah makanan yang dapat bertahan lama namun juga bersifat cepat saji.
  3. Senter. Ketika bencana terjadi, seringkali infrastruktur kelistrikan akan terganggun dan menyebabkan padamnya listrik. Hal ini tentu tidak menjadi masalah bila bencana terjadi saat hari masih terang, namun ketika terjadi saat malam, cahaya dari senter akan sangat membantu kita dalam melakukan banyak hal.
  4. P3K. Perlengkapan satu ini sebenarnya diperlukan kapanpun dan di manapun, terlebih lagi dalam situasi pascabencana. Dalam situasi ini mungkin kita akan mengalami cedera, sehingga penanganan awal sangat diperlukan. Kalaupun kita tidak mengalami cedera, setidaknya kita dapat membantu orang lain yang mengalami cedera. Jangan lupa, sertakan juga masker pernapasan di dalamnya.
  5. Radio transistor. Ketika listrik padam, tentu pemancar sinyal perangkat komunikasi tidak akan berfungsi sehingga ponsel kita tidak akan bisa digunakan. Hal ini terjadi karena gelombang sinyal perangkat komunikasi tidak dapat dipancarkan ulang oleh menara pemancar yang padam. Untungnya, media komunikasi yang cepat pulih adalah radio. Oleh karena itu, agar kita selalu mengikuti perkembangan keadaan yang ada, sebaiknya kita juga membawa radio portable kecil.
  6. Powerbank. perangkat ini akan sangat diperlukan sebagai sumber daya peralatanan seperti senter, ponsel, ataupun radio transistor bila memiliki kemampuan isi ulang daya. Namun untuk terhindar dari daya yang sudah melemah saat hendak dibawa, akan lebih baik bila kita menggunakan powerbank yang dapat diganti dengan baterai umum.

Baca juga: Mengukur Radiasi Bencana Nuklir Fukushima Setelah Tujuh Tahun

Seluruh perlengkapan ini dimasukan ke dalam satu tas dan disimpan pada tempat yang mudah dijangkau agar sewaktu-waktu dapat diambil saat hendak pergi meninggalkan rumah ataupun kantor.

Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah jangan mudah percaya dengan informasi-informasi yang beredar di masyarakat terkait tanggal dan waktu terjadinya gempa secara rinci. Sampai saat ini, belum ada teknologi yang dapat memprediksi secara detil mengenai kapan sebuah gempa akan terjadi.