Sidik Jari Bintang Pertama Sebagai Penanda Fajar Kosmis

By , Kamis, 15 Maret 2018 | 15:00 WIB

Sinyal radio lemah dari alam semesta membawa informasi awal fajar kosmis yang dimulai 180 juta tahun setelah Dentuman Besar. Tak hanya itu, penemuan ini juga membawa jejak lain tentang materi gelap yang misterius itu. Partikel materi gelap yang mendominasi alam semesta bisa jadi jauh lebih ringan dari yang diduga oleh para fisikawan.

Seluruh informasi ini datang dari sinyal radio yang diterima antena radio Experiment to Detect the Global Epoch of Reionization Signature (EDGES) di Murchison Radio-astronomy Observatory (MRO), Australia Barat. Antena radio yang hanya seukuran meja itu memang dibuat untuk mendeteksi jejak penyerapan radiasi latar belakang oleh atom hidrogen pada alam semesta dini.

Atau lebih tepatnya, para ilmuwan ini ingin tahu kapan alam semesta menyongsong fajar kosmis atau ke luar dari zaman kegelapan. Untuk mengetahui informasi ini, tentu kita harus menelusuri kembali waktu untuk menjejak masa lalu alam semesta. Bukan perkara mudah apalagi alam semesta kita usianya 13,7 miliar tahun.

Baca juga: Tabrakan Dua Galaksi Ini Berhasil Tertangkap Oleh Teleskop NASA

Hasil teori dan pemodelan yang dibangun para astronom memberi indikasi kalau fajar kosmis terjadi “tidak lama” setelah Dentuman Besar yang menjadi awal alam semesta. Tapi tidak ada bukti yang bisa memperkuat ide tersebut.

Sekilas Cerita Alam Semesta Dini

Menelusuri kembali ke masa lalu, alam semesta dimulai dengan peristiwa yang dikenal sebagai Big Bang atau Dentuman Besar. Ini bukan sebuah ledakan melainkan titik singularitas super panas dan padat yang jadi titik awal pemuaian semesta.

Setelah dentuman besar, alam semesta yang usianya belum sampai sedetik (10-43 detik) itu mengalami inflasi atau pemuaian secara eksponensial yang sangat cepat. Pemuaian terjadi dalam waktu singkat bahkan lebih singkat dari satu kedipan mata. Saat itu alam semesta yang sangat kecil memuai jadi sekitar 90 kali lebih besar. Sejak itu, alam semesta terus memuai dengan laju yang lambat hingga menjadi alam semesta yang kita kenal sekarang.

Alam semesta yang tadinya bak sup partikel panas itu akhirnya mendingin dan materi mulai terbentuk. Kala itu belum ada bintang. Setelah beberapa ratus juta tahun, materi yang sudah cukup dingin membentuk hidrogen netral dan alam semesta pun memasuki zaman kegelapan. Pada masa ini, cahaya untuk pertama kalinya bisa mulai bergerak bebas dan dilepaskan dalam bentuk radiasi latar belakang.

Setelah itu masa pembentukan bintang pun dimulai.

Gaya gravitasi menarik gas padat untuk bergabung sampai suatu ketika, terjadi keruntuhan dan terbentuklah bintang yang luar biasa masif dan panas tapi hidupnya sangat singkat. Bintang ini kita kenal sebagai bintang katai biru.  Pada akhirnya, cahaya pun bisa menerangi alam semesta dan radiasi ultraungu mengeksitasi gas hidrogen yang ada di sekelilingnya. Akibatnya terjadilah penyerapan radiasi latar belakang oleh gas hidrogen.

Baca juga: Foto Baru Ungkap Sekumpulan Siklon Raksasa di Jupiter

Kapan ini terjadi? Informasi yang kita terima dari radiasi latar belakang hanya bisa bercerita sampai masa 380 juta tahun setelah Dentuman Besar. Dengan demikian, diduga fajar kosmis terjadi sekitar 400 juta tahun setelah alam semesta terbentuk. Ini didukung data pengamatan bintang tertua yang berhasil diamati.