Telat Menikah Membuat Hidup Lebih Bahagia?

By , Jumat, 16 Maret 2018 | 18:00 WIB

Menunda pernikahan bisa membuat Anda lebih bahagia dalam jangka panjang, menurut penelitian terbaru University of Alberta.

Dalam sebuah survei terhadap 405 orang Kanada yang disurvei di akhir sekolah menengah dan di awal usia paruh baya, mereka yang menikah pada usia yang sama atau lebih lambat dari teman sebayanya memiliki tingkat kebahagiaan dan harga diri yang lebih tinggi—serta lebih jarang depresi—daripada yang menikah lebih awal, menurut peneliti ekologi keluarga, Matt Johnson.

Temuan ini diambil dari Edmonton Transitions Study, sebuah studi jangka panjang untuk orang dewasa Kanada yang disurvei tujuh kali antara usia 18 dan 43 tahun, dimulai pada tahun 1984. Rata-rata mereka cenderung menikah pada akhir 1980-an atau awal 1990-an, kata Johnson. Di samping itu, usia rata-rata pernikahan untuk kelompok pria adalah 28 tahun, sedangkan untuk wanita yaitu 25 tahun.

Artikel terkait: Orang Indonesia yang Belum Menikah Tergolong Paling Bahagia

Johnson mengatakan bahwa studinya bertujuan untuk menentukan usia optimal pernikahan terhadap teman sebaya dari generasi yang sama, bukannya menentukan sebuah usia mutlak yang berlaku untuk generasi manapun.

"Usia tertentu bermasalah karena orang muda zaman sekarang menikah di usia yang berbeda dengan yang dahulu, dan usia rata-rata untuk pernikahan menjadi semakin ‘tua’," katanya. Pada abad ke-21, para generasi muda akan pulang ke rumah dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan fulltime.

Diterbitkan tahun lalu di Journal of Family Psychology, studi yang disebut "Better Late Than Early: Marital Timing and Subjective Well-Being in Midlife"  memiliki asumsi bahwa waktu yang ideal untuk berpasangan atau menikah kira-kira sama dengan teman sebayanya.

"Orang-orang yang melakukan sesuatu pada waktunya mendapatkan penerimaan sosial—penerimaan dari keluarga dan teman—yang akan membuatnya mudah dan tanpa beban menjalani transisi ini,” katanya. Mereka yang melakukan transisi awal atau akhir mungkin menerima sanksi sosial yang halus atau terbuka.

Artikel terkait: Pernikahan Dini Picu Lahirnua Anak Bertubuh Kerdil, Benarkah?

"Kami tidak menemukan bahwa telat menikah adalah hal negatif dalam hal kesejahteraan subjektif masa depan. Sebenarnya, menikah terlambat lebih baik dibanding menikah lebih awal," ucap Johnson.

Meskipun mereka yang menikah pada umumnya lebih bahagia daripada mereka yang tidak, mengikat hubungan terlalu dini dapat mempersulit kehidupan nantinya, karena "mempercepat atau mencegah transisi kehidupan lain terjadi," kata Johnson.

"Orang yang menikah lebih awal cenderung tidak mendapatkan pendidikan lebih tinggi, memiliki anak lebih awal, dan akibatnya terjebak dalam karir yang tidak mereka inginkan. Pada pertengahan usia, mereka sedikit lebih tertekan—atau memiliki rasa rendah diri—bukan karena mereka melanggar norma sosial, tetapi karena mereka memulai jalan menuju kehidupan keluarga lebih awal," jelas Johnson.

Mereka yang menunda pernikahan tidak tampak menderita atau kurang normal dari rekan-rekan mereka, dan juga dapat memperoleh lebih banyak pendidikan dan pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi—kedua indikator untuk kesejahteraan subjektif jangka panjang yang lebih besar, kata Johnson.