Wanita Ini Meninggal Setelah Mendapat Akupuntur Lebah

By , Selasa, 20 Maret 2018 | 09:00 WIB

Seorang wanita berusia 55 tahun di Spanyol telah meninggal dunia setelah mengalami reaksi alergi terhadap akupunktur lebah. Hal ini bisa menjadi imbauan yang penting bagi kita tentang bagaimana terapi alternatif dan kemungkinan konsekuensi bahaya yang  dapat ditimbulkan.

Wang Menglin, salah seorang ahli akupuntur menjelaskan dalam sebuah wawancara  dengan Australian Broadcasting Corporation pada tahun 2013 tentang bagaimana proses akupuntur dengan bantuan lebah itu berlangsung, "Kami memegang lebah, meletakkannya di satu titik di tubuh, memegang kepalanya, dan mencubitnya sampai jarum sting muncul," ujarnya.

Baca juga: Terapi Akupuntur Menurunkan Hipertensi Lebih Baik daripada Pengobatan Konvensional

Seperti semua lebah madu, varietas Italia impor yang digunakan Wang juga meninggal saat menyengat.

"Kami telah merawat pasien dengan puluhan penyakit, mulai dari arthritis hingga kanker, semuanya dengan hasil positif," jelas wang.

Walaupun masih sangat sedikit bukti bahwa teknik akupuntur ini dapat membantu salah satu penyakit atau bahkan menyembuhkan, namun teknik ini kini telah mulai menyebar, yang paling populer ada di China dan Korea. Kematian wanita berusia 55 tahun tersebut telah digariskan dalam sebuah studi kasus oleh peneliti Paula Vazquez-Revuelta dan Ricardo Madrigal-Burgaleta dari Ramon y Cajal University Hospital di Spanyol, dan harus digunakan sebagai peringatan kepada orang lain yang mencoba praktik tersebut.

Baca juga: Neonicotinoids, Pestisida yang Mengancam Populasi Lebah Madu

Wanita tersebut telah menghadiri sesi akupunktur lebah hidup ini (juga disebut apitherapy) selama dua tahun yang kira-kira rutin dilakukannya setiap sebulan sekali.

"Dia memutuskan untuk menerima apitherapy untuk memperbaiki kontraksi otot dan stres. Dia tidak memiliki catatan klinis mengenai penyakit lain, faktor risiko lainnya, [atau] reaksi sebelumnya dalam bentuk apapun".

"Selama sesi apitherapy, dia mengalami wheezing, dyspnea, dan tiba-tiba kehilangan kesadaran segera setelah mendapatkan sengatan lebah hidup."Meski mungkin terdengar gila karena dia mengalami reaksi alergi setelah prosedurnya berkali-kali sebelumnya, sebenarnya hal ini lebih masuk akal daripada yang Anda duga.

Seperti yang disebutkan dalam makalah, paparan berulang terhadap alergen - dalam kasus ini, racun lebah - menciptakan risiko reaksi alergi yang lebih besar daripada yang dapat diharapkan pada populasi normal.

Wanita itu kemudian dilarikan ke rumah sakit, dan diberi sejumlah senyawa untuk menghentikan reaksinya, termasuk adrenalin dan antihistamin.

Sayangnya, meski diobati, pasien meninggal di rumah sakit karena beberapa kegagalan organ beberapa minggu kemudian.

Sangat penting untuk mengulangi di sini bahwa meskipun semakin populer, apitherapy menunjukkan sedikit bukti untuk menjadi efektif dalam kondisi medis apa pun, dan ini bahkan bukan reaksi negatif yang pertama kalinya dari jenis terapi ini.

Faktanya, dalam sebuah studi tahun 2015 yang diterbitkan di PLOS One menemukan bahwa "dibandingkan dengan suntikan garam biasa, terlihat adanya peningkatan resiko relatif terjadinya efek samping hingga 261 persen pada akupunktur lebah.."

Baca juga: 11 Telur Komodo Ini Berhasil “Ditetaskan” Oleh Kebun Binatang Surabaya

Ditambah, pada dasarnya kita benar-benar membutuhkan lebah untuk melakukan penyerbukan tanaman kita saat ini, dan bukan sebaliknya, dikorbankan untuk pengobatan alternatif.

Makalah Vazquez-Revuelta dan Madrigal-Burgaleta merangkum dengan baik: "risiko menjalani apitherapy dapat melebihi manfaat yang diperkirakan, membawa kita untuk menyimpulkan bahwa praktik ini tidak aman dan tidak disarankan."