Lapisan abu
Pada 2011, Smith dan istrinya mengikuti perjalanan dari National Geographic ke Pinnacle Point Afrika Selatan, sebuah situs arkeologi yang menghadap ke Samudera Hindia, dan mereka bertemu dengan arkeolog Curtis Marean dari Arizona State University.
Marean menunjukkan Smith contoh tanah misterius dari area tersebut. Smith mengenali itu sebagai tanah yang mengandung abu dari gunung berapi. Tak lama setelahnya, Smith bergabung dengan tim Marean untuk mengumpulkan sampel.
Pertama-tama, tim perlu mencari tahu letusan gunung berapi mana yang menyelimuti Pinnacle Point dan Vleesbai. Mereka meneliti sampel untuk menemukan pecahan kaca mikroskopis yang menandakan erupsi vulkanik. Sampel kaca tersebut cocok dengan yang ditemukan di Toba dan situs abu Toba lainnya.
Para peneliti juga harus menentukan umur lapisan abu tersebut, tugas rumit yang dilakukan oleh Zenobia Jacobs, peneliti dari University of Wollongong. Setelah menganalisis abu, Jacobs memperkirakan, lapisan tersebut berusia 74 ribu tahun – cocok dengan erupsi Toba.
(Baca juga: Beginikah Asal-usul Stonehenge Dibangun?)
Di bawah, di dalam, dan di atas lapisan abu, para peneliti menemukan lebih dari 400 ribu artefak yang ditinggalkan manusia, mulai dari alat batu yang dipanaskan hingga tulang hewan.
Berdasarkan bukti itu, tim peneliti beranggapan bahwa populasi manusia modern di lepas pantai Afrika Selatan semakin berkembang setelah erupsi, menempati situs tersebut hingga ribuan tahun, dan mengembangkan inovasi.
Marean dan koleganya menyatakan bahwa lepas pantai Afrika mungkin berfungsi sebagai tempat pengungsian. Sebuah penelitian di 2009 menunjukkan bahwa erupsi tersebut menurunkan suhu global 14 derajat Fahrenheit, ini membuat mereka sulit bertahan di tempat lain selain Afrika.