11 Penyu Mati Keracunan Aspal di Pantai Paloh

By , Senin, 16 April 2018 | 15:00 WIB

Penyelidikan khusus

Kematian penyu-penyu itu terjadi di laut. Bangkainya terseret arus bersama sampah laut yang terakumulasi di pantai Paloh. “Kami akan menyidik lebih lanjut,” ujar Kepala Seksi Wilayah III Balai Penegakan Hukum Kalimantan, David Muhammad.

Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, selaku koordintor pengawas penyidik pegawai negeri sipil akan dilibatkan. “Uji kimia sampel benda asing akan dilakukan,” katanya. Penyidik akan mencari informasi kapal-kapal yang melintasi Laut Cina Selatan, yang mengangkut aspal.

Artikel terkait: Dokter Bedah Temukan 915 Koin dalam Perut Seekor Penyu Hijau

Sadtata menambahkan, monitoring menggunakan drone tidak bisa melihat asal tumpahan aspal cair di laut. “Mungkin, menggunakan pesawat atau berkoordinasi dengan PSDKP Pontianak dan TNI AL,” katanya. Antisipasi jangka pendek, BKSDA Kalbar akan bersih-bersih pantai di pesisir Paloh.

Pesisir Paloh merupakan habitat penting bagi empat jenis penyu yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Wilayah ini tak hanya lokasi peneluran tetapi juga tempat pakan, kawin, dan jalur migrasi.

Cairan hitam aspal inilah yang meracuni penyu, membuatnya mati mendadak di lautan. (BKSDA Kalimantan Barat)

Musim sampah

Maret lalu, sebuah video turis asing menyelam di laut Bali dengan sampah-sampah di sekelilingnya menjadi viral. Tak bedanya dengan yang terjadi di pantai Paloh. Letaknya yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan menyebabkan sampah laut (marine debris) dari berbagai negara terkumpul.

“Musim angin barat menyebabkan sampah terbawa arus ke wilayah Paloh. Sampah laut ini berasal dari berbagai negara,” ungkap Syarif Iwan Taruna, Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Pontianak. BPSPL Pontianak, dalam upaya penanganan dampak sampah plastik di wilayah pesisir dan laut, telah memberikan bantuan alat pencacah sampah plastik di Desa Aluh-aluh Besar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Namun, alat ini bukan jalan keluar utama. “Sebagian besar sampah laut ada karena gaya hidup masyarakat. Masih ada yang buang sampah ke sungai,” kata Iwan. Iwan mengutip data penelitian Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia tahun 2015, Indonesia merupakan peringkat kedua penghasil sampah plastik laut yang mencapai 187,2 juta ton setelah Tiongkok sebesar 262,9 juta ton. Lebih dari setengah sampah plastik yang mengalir ke laut datang dari lima negara yaitu Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka, diikuti Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria dan Banglades.