Konflik Suriah: Siapa yang Terlibat dan Apa Kepentingan Mereka?

By , Rabu, 18 April 2018 | 17:00 WIB

Bagaimana Rusia memandang Suriah adalah hal yang penting untuk dipahami. Di Dewan Keamanan PBB, Rusia secara konsisten memveto resolusi yang dapat mengulangi intervensi terhadap Libya pada 2011, ketika zona larangan terbang secara bebas ditafsirkan untuk membenarkan perubahan rezim.

Rusia melindungi Assad bukan karena hubungan ekonomi atau militer yang signifikan, tapi karena dua alasan spesifik lainnya. Pertama, bagi Rusia struktur pemerintahan Suriah yang kuat adalah benteng melawan alternatif Islamis radikal. Tapi pada tingkat lain, intervensi militer Rusia telah menjadikannya sebagai lawan bicara geopolitik yang tak terhindarkan bagi seluruh dunia.

Sejak September 2015, nasib Assad semakin terikat lebih dekat dengan perencanaan kebijakan Rusia, dan telah memaksa Barat untuk berbicara dengan Rusia sebagai “Kekuatan Besar”, yang dianggap sebagai pembentuk aturan politik internasional seperti AS.

Iran

Edward Wastnidge, The Open University

Pada pandangan pertama, Iran dan Suriah membuat persahabatan yang aneh. Iran mungkin adalah teokrasi terkemuka di dunia, dan Suriah adalah negara Arab-nasionalis sekuler - namun aliansi mereka adalah salah satu yang paling bertahan di Timur Tengah. Keduanya berbagi pandangan strategis tentang isu-isu regional utama, tidak terkecuali penderitaan rakyat Palestina. Bersama dengan Hizbullah di Lebanon, Iran dan Suriah membentuk “Axis of Resistance” yang dimaksudkan untuk melawan Israel dan tujuan Barat di Timur Tengah.

Suriah secara historis bertindak sebagai kanal utama bagi dukungan Iran kepada Hizbullah yang melawan Israel dari negara tetangga Lebanon. Pada gilirannya ini berarti Iran sangat membutuhkan pemerintahan yang ramah di Damaskus untuk menjaga kekuatan strategisnya di wilayah tersebut. Selama perang sipil Suriah, dengan dukungan Iran, Hizbullah telah bekerja berdampingan dengan pasukan Iran sebagai sekutu penting Assad. Dan bersama pasukan mereka, Iran telah membantu mengumpulkan pejuang sukarelawan dari seluruh dunia Syiah untuk bergabung dalam pertempuran ini, awalnya sebagai pembela kuil-kuil suci Syiah.

Iran telah bekerja sama dengan Rusia dan Turki untuk membangun zona de-eskalasi di Suriah, tapi serangan udara Israel baru-baru ini dan ancaman-ancaman tindakan Barat terhadap Assad membawa pada bentrokan langsung yang sangat nyata—dengan Iran, Hizbullah, Suriah dan Rusia pada satu sisi, dan kekuatan Barat dan Israel di sisi lain.

Baca juga: Suara ‘Gemeletuk Kematian’, Tanda Seseorang Akan Meninggal Dunia

Turki

Alpaslan Ozerdem, Coventry University

Pada akhir pertemuan tingkat tinggi Suriah pada 4 April, para pemimpin Turki, Suriah, dan Iran menunjukkan persatuan—tapi hal itu agak menyesatkan. Tiga negara ini masih terbelah dalam perang Suriah, dan perdamaian seperti apa yang mereka inginkan.

Hal ini terutama terlihat ketika Presiden Iran, Hassan Rouhani, mengatakan Distrik Afrin, yang direbut oleh Turki dan Syrian Free Army dari pasukan Kurdi, harus diserahkan kembali kepada rezim Assad. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov memiliki pandangan yang sama—terlepas dari fakta bahwa operasi untuk mengambil Afrin, Operasi Olive Branch, hanya bisa dilakukan dengan lampu hijau Rusia.

Disonansi ini menunjukkan posisi genting Turki dalam konflik Suriah, yang ditentukan oleh hubungannya dengan Iran dan Rusia. Dan sementara Donald Trump tampaknya mengubah pikirannya di Suriah setiap hari, jika ia kembali ke niatnya baru-baru untuk menarik sebagian besar pasukan AS segera, itu bisa membuat pengaruh Turki terhadap kedua negara ini bahkan semakin lemah.