Konflik Suriah: Siapa yang Terlibat dan Apa Kepentingan Mereka?

By , Rabu, 18 April 2018 | 17:00 WIB

Selama Iran dan Rusia berusaha mengamankan kepentingan geopolitik mereka di Suriah, posisi Turki akan tetap sangat tidak nyaman. Sama seperti hubungannya dengan AS atas Suriah sangat tegang hari ini, Turki menyadari bahwa jabat tangan hangat dari Iran dan Rusia tidak selalu berarti persekutuan yang langgeng.

Kurdi

Cengiz Gunes, The Open University

Aksi baru yang dipimpin AS terhadap Assad mungkin dapat menguntungkan atau merugikan Kurdi Suriah—tetapi dengan strategi jangka panjang AS yang sangat tidak jelas, sulit untuk memberikan sebuah ramalan.

Federasi Demokratik Suriah Utara (DFNS) yang multi-etnis dan semi-otonom sejauh ini telah mendapatkan dukungan militer dan diplomatik dari koalisi pimpinan AS, dan dukungan itu akan banyak menentukan masa depan Kurdi di Suriah. Bahkan ketika proses perdamaian Astana yang dipimpin oleh Rusia memiliki potensi untuk menyingkirkan orang-orang Kurdi sama sekali, satu intervensi tegas yang dipimpin AS dapat berpotensi melemahkan rezim Assad ke titik di mana ia merasa lebih cenderung untuk bernegosiasi. Ini juga berarti Kurdi bisa mengandalkan pengaruh AS dan Prancis untuk mengamankan kesepakatan yang lebih baik untuk DFNS.

Di sisi lain, jika AS menyerang rezim ini tanpa komitmen yang kuat untuk mengawal konflik hingga tercipta sebuah resolusi, Rusia, Iran, dan pemerintah Assad mungkin akan menargetkan entitas yang dipimpin Kurdi sebagai “musuh di dalam”. Dalam skenario itu, Rusia bahkan dapat memberi lampu hijau kepada Turki untuk mengejar tujuan jangka panjangnya untuk membongkar seluruh entitas otonom yang dipimpin Kurdi, seperti yang telah dilakukan dengan invasi terbaru Turki terhadap Afrin di barat laut Suriah.

Koalisi pimpinan AS gagal mengecam keras pengambilan Afrin oleh Turki, dan Trump sejak itu mengisyaratkan bahwa AS akan “dalam waktu dekat” menarik pasukan. Hal itu menimbulkan kecemasan yang sangat besar di antara para pemimpin Kurdi di Suriah, dan membangkitkan momok ketakutan terburuk mereka: bahwa begitu ancaman ISIS benar-benar dihilangkan, aliansi krusial mereka dengan AS bisa berakhir dengan tiba-tiba.

Irak

Balsam Mustafa, University of Birmingham

Serangan udara atau intervensi yang dipimpin AS di Suriah dapat sangat mempengaruhi keamanan di Irak. Ada kekhawatiran nyata di Irak bahwa eskalasi di Suriah dapat menciptakan kekosongan keamanan yang berbahaya, memperkuat posisi para militan ISIS yang sudah ada di dekat perbatasan Irak-Suriah.

Dalam konferensi pers mingguannya pada 10 April, Perdana Menteri Irak Haider al Abadi menekankan bahwa pasukan Irak melakukan yang terbaik untuk “mengamankan semua tanah Irak” dan bahwa mereka “saat ini melakukan operasi di daerah gurun”. Dia juga mengungkapkan bahwa dia telah berbicara dengan Donald Trump untuk menekankan bahwa langkah-langkah berikutnya akan diambil untuk mengalahkan ISIS di Suriah timur, “berkoordinasi dengan mitra kami termasuk Rusia dan Suriah”.

Israel

Beverley Milton-Edwards, Queen’s University Belfast

Pemerintah Israel menghadapi tantangan keamanan yang semakin besar di perbatasan selatan. Di sana ada protes mingguan oleh ribuan orang Palestina di Jalur Gaza. Namun kekhawatiran keamanan yang lebih serius adalah di perbatasan utara yang sangat tegang dengan Suriah.

Ketakutan terbesar pemerintah Israel adalah eskalasi regional yang dramatis, dan kemungkinan Suriah akan menjadi teater konflik terbuka antara Rusia dan negara-negara seperti AS, Inggris, dan Prancis. Jika AS menanggapi serangan senjata kimia di Douma dengan kekuatan intens, itu dapat memicu efek domino yang dapat menarik Israel lebih jauh ke dalam pertempuran—terutama jika Irak berada di sisi pemerintah Assad.