Menikmati Danau Suci di Tengah Langit Tibet

By , Senin, 23 April 2018 | 12:00 WIB

Awal Mei lalu, tim putri pendaki WISSEMU (Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar) yang terdiri dari Fransiska Dimitri Inkiriwang (24) dan Mathilda Dwi Lestari (24), melakukan kegiatan aklimatisasi (penyesuaian tubuh dengan kondisi sekitar), sebelum melanjutkan perjalanan untuk menggapai puncak Everest.

Tujuan pendakian mereka adalah Danau Gosaikunda, sebuah danau yang terletak di ketinggian 4.380 meter di atas permukaan laut. Danau ini merupakan tempat suci, terutama bagi pemeluk agama Buddha dan Hindu.

Berikut perjalanan yang mereka tempuh:

Dhunche-Shin Gompa (3.330 mdpl)

Perjalanan tim WISSEMU dari Ibu Kota Nepal, Kathmandu, menuju Dunche dihiasi oleh sempitnya jalur di pinggir jurang, serta perbaikan jalan yang memakan waktu lebih lama dari perjalanan biasanya. (Mathilda Dwi Lestari/WISSEMU)

Jalur trekking ini sendiri dimulai dari Dhunche, yang dapat ditempuh selama 6 hingga 7 jam dari Kathmandu, ibu kota Nepal. Mobil akan melaju di jalur yang berliku-liku dan berbatu-batu atau berlumpur di tepian jurang, dengan pemandangan memukau.

Saat melakukan perjalanan di jalur ini, tim WISSEMU harus menghabiskan banyak waktu untuk menunggu akibat adanya perbaikan jalan, selama 2,5 jam. Belum lagi bersua dengan bus lain yang terpaksa berhenti di jalur yang sudah sempit, akibat ban bocor.

Walaupun memiliki kondisi jalan yang sempit, ada banyak tempat penginapan yang tersedia di Dhunche bagi para pendaki yang ingin memasuki kawasan Gosaikunda.

Keesokan harinya pada pukul 8.45 waktu setempat, tim WISSEMU pun mulai melakukan pendakian menuju Shin Gompa, melalui hutan rhododendron di awal pendakian. April adalah musim pendakian terbaik di kawasan ini, karena selama perjalanan, pendaki akan ditemani oleh merahnya bunga rhododendron.

Setibanya di Shin Gompa, para pendaki bisa menghampiri pabrik pembuatan keju dari susu yak untuk melihat proses pembuatan dan tentu saja mencicipinya.

Shin Gompa (3.330 mdpl)-Laurebina (3.950 mdpl)

Tim WISSEMU bersama pendaki mancanegara tiba di Laurebina dengan medan yang bersalju dan mendatar. (Fransiska Dimitri Inkiriwang/WISSEMU)

Walaupun hanya memakan waktu 3 hingga 4 jam, namun pendakian ini dipenuhi dengan jalur yang curam. Awalnya, pendaki akan melewati hutan dengan pepohonan berselimut lumut dan bersemat anggrek, serta lantai hutan yang dipenuhi dengan tumbuhan berbunga.

Beberapa jam setelahnya, hutan akan menipis dan berubah menjadi padang rumput pertanda semakin naiknya elevasi yang membuat tumbuhan sulit bertahan, kemudian area bersalju. Di sepanjang jalan, para pendaki melewati tumpukan-tumpukan batu yang digunakan para peziarah untuk memasak, dalam perjalanan menuju festival tahunan di Danau Gosaikunda pada bulan Agustus.

Walaupun perjalanan Shin Gompa menuju Laurebina cenderung singkat, namun, menghabiskan malam di Laurebina yang berada di ketinggian 3.950 mdpl adalah hal yang penting bagi para pendaki mancanegara, terkait aklimatisasi. Jika hal ini dilewatkan, mereka akan berisiko tinggi terkena penyakit ketinggian saat mencapai Gosaikunda.

Tim WISSEMU sendiri menghabiskan dua malam di Laurebina, untuk menjaga agar proses aklimatisasi berjalan dengan baik.

Laurebina (3.950 mdpl)-Gosaikunda (4.380 mdpl)

Tim WISSEMU melakukan perjalanan dari Laurebina (3.950 mdpl) di ketinggian menuju Gosaikunda (4.380 mdpl), dalam pelukan kabut dan dinginnya cuaca. (Fransiska Dimitri Inkiriwang/WISSEMU)

Perjalanan melalui jalur ini memakan waktu 4 hingga 5 jam, dengan medan curam dan kemudian mendatar. Amat berbeda dengan awal perjalanan, trek dari Laurebina menuju Gosaikunda dipenuhi oleh bebatuan dan debu yang berterbangan, yang membuat kerongkongan dan mulut terasa amat kering. Tim WISSEMU dan para pendaki lainnya harus menggunakan buff, kain penutup hidung dan mulut, untuk mengatasi hal ini.

Setelah melalui pendakian curam selama dua jam, pemandangan mulai berubah menakjubkan di area ini. Dalam jalur berselimut salju, jajaran pegunungan Langtang, Manaslu, Ganesh Himal, serta puncak-puncak pegunungan Tibet lainnya, mulai membentang di depan mata, saat cuaca cerah. 

Nyaris tak ditemukan vegetasi di jalur ini. Pendaki akan menemukan stupa kecil setelah jalur berubah menjadi datar di tepian gunung, dan danau-danau pun akan mulai bermunculan. Saat memasuki Danau Gosaikunda, para pendaki akan disambut oleh patung Ganesha.

Gosaikunda sendiri tampak seperti danau kembar, dengan pandangan lepas ke arah lembah. Dipercaya sebagai rumah Dewa Siwa dan Dewa Gauri, danau ini dipercaya terbentuk saat Dewa Siwa menelan racun dan ingin melenyapkan rasa nyeri di tenggorokannya.

Sang Dewa pun menancapkan trisulanya ke tanah dan keluarlah air untuk diminum, yang menghasilkan Danau Gosaikunda yang setahun sekali ramai didatangi oleh para peziarah.

Tim WISSEMU menghabiskan 3 malam di tempat ini. Selain berkeliling dan juga mengambil foto-foto pemandangan yang luar biasa cantiknya, mereka juga melakukan trekking di area sekitar untuk menyempurnakan aklimatisasi, termasuk menyambangi Gosaikunda Pass di ketinggian 4.600 mdpl.

Dalam perjalanan pulang, mereka disapa oleh badai salju yang mengaburkan pandangan dan menutup jalur, sehingga sulit untuk berjalan tanpa crampon atau alas sepatu pendakian khusus di daerah bersalju.

Suhu bisa turun hingga mencapai minus lima derajat Celsius di tempat ini, bahkan saat musim panas. Terdapat kuil kecil yang didedikasikan untuk Dewa Siwa di ujung danau. Jika para pendaki memiliki waktu lebih, puncak Surya bisa didaki untuk menikmati pemandangan lima danau sekaligus, yang ada di kawasan ini.