Tantangan 2022: Gelombang Omicron Mengintai dan Bukan Varian Akhir

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 19 Januari 2022 | 10:00 WIB
Ilustrasi penyebaran virus corona melalui benda mati dan manusia. Omicron akan jadi tantangan kita di tahun ini, dan dia bukanlah varian terakhir. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Natal dan tahun baru 2022 telah usai. Biasanya sanak dapat menyempatkan waktu libur ini untuk bertemu keluarga dan bertukar hadiah. Nampaknya, virus corona (SARS-CoV-2) juga "turut memeriahkan" libur akhir tahun ini dengan menghadiahi kita varian baru yang lebih cepat menyebar, omicron.

Dalam kasus yang dilaporkan ke WHO, ketika tahun 2022 dimulai, varian ini memecahkan rekor infeksi COVID-19 di Eropa, Amerika Utara, Afrika, dan Australia. Lagi-lagi, banyak negara di dunia mulai melakukan pembatasan perjalanan, kerja di kantor, dan kegiatan pembelajaran di sekolah.

Sebelumnya, National Geographic Indonesia mengabarkan varian omicron bukanlah turunan variant of concern (VOC) sebelumnya seperti alfa, beta, gamma, atau delta. Varian ini diturunkan langsung dari galur 'asli' (B.1) dan memiliki hubungan evolusionernya yang muncul pada April 2020.

"Cabang yang sangat panjang ini—lebih dari satu tahu—menandakan bahwa varian omicron berevolusi selama periode sirkulasi yang diperpanjang di negara-negara dengan pengawasan genomik yang buruk atau melalu evolusi berkelanjutan pada entitas yang terinfeksi secara kronis, seperti individu yang mengalami gangguan sistem kekebalan, sebelum menyebar kembali ke populasi," terang Vipin Vashishtha dokter konsultan dari Mangla Hospital and Research Centre ketika merujuk peta evolusi virus.

Varian omicron masih dalam tahap penelitian oleh berbagai ilmuwan. Penelitian  terkaitnya muncul enam minggu setelah penemuannya, dan mengatakan bahwa keturunan baru ini punya perilaku yang sangat berbeda dari sebelumnya. Laporan pracetak itu diterbitkan di MedRxiv berjudul SARS-CoV-2 omicron VOC in Danish Household, 27 Desember 2021.

Omicron ternyata bereplikasi kurang baik terhadap sel paru-paru dibandingkan varian lainnya, tulis para peneliti yang dipimpin Frederik Lyngse dair Menteri Kesehatan Denmark.

Ada dua cara bagaimana virus corona menyerang. Setelah mengikat ACE2 atau protein reseptor permukan sel, partikel virus dapat menyatu ketika protein lainnya bernama TMPRSS2 memotong protein lonjakan pada permukaan virus.

Pada kasus omicron, TMPRSS2 memotong lonjakan varian itu jadi kurang efisien dibandingkan varian lain sehingga menghambat proses ini. Temuan ini diungkap menurut pengamatan lab yang dilakukan Joe Grove dari University of Glasgow Centre for Virus Research di Inggris, bersama timnya. Makalah itu diterbitkan di MedRxiv, Senin (03/01/2022).

Cara masuk lainnya, setelah mengikat ACE2, virus ditelam dalam endosom, sebuah sel dalam vesikel. Kemudian, virus masuk ke dalam sitoplasme sel dengan bantuan protein pemecah lonjakan lain yang disebut cathepsin.

Foto mikrograf elektron transmisi partikel virus corona. (Public Domain)

Thomas Peacock dari Imperial College London bersama tim menemukan bahwa cara ini pada omicron, senyawa E64d memblokir cathespin dan menghambatnya. Kondisi ini berbeda dengan varian alfa dan beta. Sehingga disimpulkan varian ini tidak begitu bahaya dan menyebabkan sakit yang lebih ringan. Temuan ini dilaporkan dalam jurnal publikasi dan tanggal yang sama.

Yang jelas, berdasarkan laporan Lyngse, meningkatnya angka kasus menjadi keunggulan omicron dalam penyebaran. Lewat perbandingan, ketika varian delta merebak warga yang divaksin kurang dari dua kali, rentan terpapar virus. Sedangkan omicron, orang yang divaksin dan tidak divaksin dua kali berpeluang untuk tertular.