Letusan Gunung Berapi di Tonga, Peristiwa 'Sekali dalam Satu Milenium'

By Sysilia Tanhati, Rabu, 19 Januari 2022 | 17:00 WIB
Letusan di Tonga membuat jalan dan komunikasi terputus. Pemerintahnya mengalami kesulitan untuk menyalurkan bantuan di tengah pandemi COVID-19. (Tonga Geological Service)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah gunung berapi bawah laut di dekat negara kepulauan Pasifik Selatan, Tonga, meletus pada 15 Januari. Letusan ini memuntahkan asap ke langit dan memicu peringatan tsunami di seluruh Pasifik.

Sekarang, ribuan orang Tonga berusaha bertahan tanpa listrik dan air. Komunikasi dan perjalanan udara yang terganggu membuat sulit untuk menilai di mana bantuan paling dibutuhkan. Masih terlalu dini untuk menilai sebagian besar kerusakan di lapangan.

Ledakan dan tsunami ini menyebabkan "kerusakan signifikan" di sepanjang pantai barat pulau utama Tongatapu, menurut Komisi Tinggi Selandia Baru di Nuku'alofa. “Lapisan abu tebal masih tersisa di Tongatapu," tuturnya dalam sebuah pernyataan.

Ledakan itu adalah peristiwa "sekali dalam satu milenium" untuk gunung berapi, jelas Shane Cronin, seorang profesor vulkanologi di Universitas Auckland.

"Dibutuhkan sekitar 900-1000 tahun bagi gunung berapi Hunga untuk terisi dengan magma. Kemudian magma mendingin dan mulai mengkristal sehingga menghasilkan sejumlah besar tekanan gas," tulis Cronin. "Saat gas mulai meningkatkan tekanan, magma menjadi tidak stabil. Anggap saja seperti memasukkan terlalu banyak gelembung ke dalam botol sampanye. Akhirnya, botol itu akan pecah."

Ledakan itu telah menghentikan kehidupan di Kerajaan Tonga, yang mencakup lebih dari 170 pulau. Tonga merupakan rumah bagi sekitar 100.000 orang. Gunung berapi Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai yang meletus Sabtu berlokasi di sekitar 32 km tenggara pulau Fonuafo'ou Tonga. Puncak Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai hanya setinggi 100,58 meter di atas permukaan laut tetapi tingginya sekitar 1.981 dari dasar laut.

Ketika meletus, gunung ini memuntahkan gas dan abu hingga 19 km ke atmosfer. Juga memicu gelombang kejut atmosfer yang bergerak dengan kecepatan sekitar 304 meter per detik. Ledakan itu ditangkap oleh satelit pengamat Bumi GOES West yang dioperasikan oleh Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat.

Baca Juga: Letusan Gunung Berapi, Pemicu Skotlandia Gabung dengan Britania Raya

Selain kerusakan lokal, ledakan kuat memicu gelombang besar dan peringatan tsunami yang melanda berbagai tempat di sekitarnya. Seperti Australia, Selandia Baru, Jepang, dan pantai barat Amerika Utara dan Selatan.

Sejak letusan, mereka yang terkena dampak gelombang tsunami telah berbagi rekaman di media sosial. Bagian dari Jepang melihat gelombang setinggi 2,7 meter dan pantai barat Amerika Serikat menerima gelombang setinggi sekitar 1.2 meter. Di Peru, dua orang meninggal karena air yang tinggi, menurut Reuters.

Setidaknya dua orang Tonga telah kehilangan nyawa mereka karena letusan baru-baru ini. Ribuan penduduk lainnya berjuang bertahan hidup di antara reruntuhan bangunan. Salah satu perhatian utama adalah akses ke air minum yang aman, yang dapat terkontaminasi oleh abu dan asap dari letusan.