Nationalgeographic.co.id—Permainan Ular Tangga saat ini dianggap klasik, dan dicintai oleh anak-anak dari seluruh dunia. Sementara permainan ini dikenal kebanyakan orang, namun asal-usulnya kurang terkenal. Faktanya, permainan Ular Tangga adalah penemuan India kuno, dan tidak dimainkan hanya untuk hiburan, tetapi juga memiliki dimensi filosofis.
Permainan Pengetahuan
Dikutip Ancient Origins, permainan Ular Tangga dikenal sebagai Gyan Chaupar yang artinya permainan pengetahuan. Permainan ini sudah dimainkan di India pada awal abad ke-2 Masehi. Permainan ini pertama kali diperkenalkan oleh Dnyaneshwar atau dikenal juga sebagai Dnyandev, seorang santo Marathi yang hidup pada abad ke-13 Masehi. Permainan papan dadu ini menjadi populer di kalangan anak-anak India kuno.
Gyan Chaupar sama dengan permainan ular tangga, namun papan dan tujuan permainannya dapat dikatakan sangat berbeda. Di papan Ular Tangga modern, jumlah kotak di Gyan Chaupar dapat bervariasi.
Satu versi papan ini, misalnya, berisi 72 kotak, sementara yang lain memiliki 100. Perbedaan utama antara versi tradisional dan modern ini adalah bukan sekadar mengajarkan persaingan kekalahan atau kemenangan.
Permainan ini sangat menekankan pada karma, prinsip Hindu tentang sebab dan akibat. ngga mewakili kebajikan seperti iman, kedermawanan dan kerendahan hati. Sementara, ular mewakili sifat buruk seperti kemarahan, nafsu dan keserakahan. Kotak terakhir mewakili Tuhan atau surga yang menandakan kita telah mencapai pembebasan.
Sementara itu, tangga memiliki pesan bahwa perbuatan baik akan membawa menuju surga. Sedangkan kejahatan akan membawa pada siklus kelahiran kembali. Jumlah tangga yang lebih sedikit dari jumlah ular juga ternyata memiliki makna tersendiri. Ya, ini sebagai pengingat bahwa jalan menuju kebaikan jauh lebih sulit dilalui daripada jalan menuju dosa.
Alat Pengajaran Agama
Permainan ini begitu populer sehingga juga diadopsi dan diadaptasi oleh agama-agama lain yang ada di India. Permainan ni diadaptasi Jain, Buddha, dan Muslim. Karena konsep sebab dan akibat, serta penghargaan dan hukuman, adalah hal yang umum bagi mereka. Bagi penganut agama yang taat, permainan dapat dimainkan sebagai bentuk meditasi, sebagai latihan bersama, dan bahkan sebagai bagian dari studi agama seseorang tanpa menggunakan buku atau khotbah yang lebih konvensional.
Banyak dari papan permainan yang masih hidup adalah karya seni mereka sendiri, karena mengandung ilustrasi rumit dari sosok manusia, arsitektur, flora dan fauna, dll. Papan ini biasanya terbuat dari kain yang dicat, dan sebagian besar yang masih ada berasal dari setelah pertengahan abad ke-18 Masehi.
Permainan Modern
Permainan Gyan Chaupar menjadi Ular Tangga menjelang akhir abad ke-19 diperkenalkan ke Inggris Raya oleh penguasa kolonial India. Ketika permainan asli ini disebarluaskan, pesan filosofis yang mendasarinya sangat berkurang. Kebajikan dan keburukan agama Hindu dimodifikasi menjadi drama kartun, yakni dua bagian yang dihubungkan oleh ular atau tangga.
Selain itu, jumlah ular dan tangga disamakan, sementara yang asli, biasanya ada lebih banyak ular daripada tangga, yang melambangkan keyakinan bahwa jauh lebih mudah untuk menjadi mangsa kejahatan daripada menegakkan kebajikan. Dari Inggris Raya, permainan ini melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, di mana ia diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Milton Bradley sebagai Chutes and Ladders. Hingga akhirnya, Ular Tangga di zaman modern saat ini menjadi salah satu permainan yang digemari banyak orang.
Baca Juga: Mengapa Orang India Rela Mandi di Sungai Paling Tercemar di Dunia Ini?