Daeneke yang juga merupakan Anggota Dewan Riset Australia atau DECRA, mengatakan pengembangan teknologi CCS baru ini menawarkan alternatif berkelanjutan, dengan tujuan mencegah emisi karbon dioksida dan memberikan pemanfaatan kembali karbon yang bernilai tambah.
"Mengubah CO2 menjadi padat menghindari potensi masalah kebocoran dan menguncinya dengan aman tanpa batas waktu. (Selain itu) teknologi kami tidak menggunakan suhu yang sangat tinggi yang akan memungkinkan untuk ditenagai dengan energi terbarukan," terang Daeneke.
Penulis utama dari rancangan teknologi tersbeut, Karma Zuraiqi menjelaskan teknologi ini bekerja menggunakan metode kimia termal yang banyak digunakan oleh industri dalam pengembangan teknologi CCS mereka.
Metode "kolom gelembung" dimulai dengan logam cair yang dipanaskan sampai sekitar 100-120 Celcius. Karbon dioksida disuntikkan ke dalam logam cair dan gelembung gas karbon dioksida akan naik seperti gelembung di gelas sampanye. Saat gelembung bergerak melalui logam cair, molekul gas terpecah untuk membentuk serpihan karbon padat, reaksi ini hanya berlangsung sepersekian detik.
"Ini adalah kecepatan luar biasa dari reaksi kimia yang telah kami capai yang membuat teknologi kami layak secara komersial," kata Dr Ken Chiang yang terlibat dalam penelitian ini.
Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah meningkatkan proof-of-concept menjadi prototipe termodulasi seukuran kontainer pengiriman, bekerja sama dengan mitra industri ABR. Direktur Proyek ABR, David Ngo mengatakan teknologi baru ini dapat mengubah produk limbah menjadi bahan inti dalam campuran semen generasi berikutnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, tim peneliti juga menyelidiki pemanfaatan potensial dari karbon yang sudah dikonversi, termasuk untuk bahan konstruksi.
"Perubahan iklim tidak akan diselesaikan dengan satu solusi tunggal, namun, kolaborasi antara ABR dan Institut Teknologi Melbourne akan menghasilkan teknologi yang efisien dan efektif untuk target netral karbon kami," pungkas David.