Artefak yang dipinjam dari Louvre membantu menggambarkan pentingnya Tanah Genting Suez, sebuah kanal yang diyakini pertama kali digali oleh Firaun Senusret III pada abad ke-19 SM.
Setelah Ali Pasha bertemu de Lesseps, terlihat pula hubungan erat antara Perancis dan Mesir Utsmaniyah. Adanya hubungan de Lesseps dengan putra Muhammad Ali, Sa'id Pasha, dan penggantinya Isma'il Pasha, melalui rencana, kesepakatan, yang digambarkan melalui lukisan dan peta.
Penggambaran Riou tak seindah kenyataannya. "Kerja paksa memainkan peran mendasar selama penggalian Terusan Suez, yang dalam banyak disembunyikan dari sejarah, atau dikaburkan," tulis Farouk.
Mei Farouk menulisnya dalam jurnal Cairn-Info, jurnalnya berjudul Forced labor during the excavation of the isthmus, yang dipublikasikan dalam Societes & Representations, volume 48, issues 2, tahun 2019.
"Idealisme proyek Terusan Suez merevolusi dunia navigasi untuk pelayaran laut ke seluruh dunia, tapi mengabaikan ribuan buruh yang dipaksa bekerja untuk membuat kanal tersebut," tambahnya.
Terusan Suez adalah ide brilian, buah dari kerjasama Perancis dan Mesir, serta investor yang berupaya memecahkan mitos dua laut yang menghubungkan dunia Timur dengan dunia Barat.
Meski, di balik kegemilangannya, Terusan Suez merupakan luka bagi ribuan petani di Mesir, penduduk lokal yang bekerja sebegitu kerasnya hingga mengorbankan keringat dan darahnya.
"Para petani di iming-imingi kebahagiaan dan kesejahteraan melalui gerakan para propagandis Mesir dan Perancis, dan (kesejahteraan) itu akan lenyap jika mereka memutuskan untuk berhenti menggali (Terusan Suez)," imbuhnya.
Lukisan indah Riou setidaknya bisa menghadirkan kembali keberhasilan bagi Perancis dan Mesir dalam menciptakan Terusan Suez yang menyatukan dua belahan dunia yang terpisah. Tapi, sejatinya, menjadi luka bagi anak keturunan buruh yang dipaksa bekerja hingga mengorbankan tenaga, bahkan nyawanya.
Baca Juga: Sempat Dihina, Ini Kisah di Balik Mahakarya Van Gogh The Potato Eaters