Mengenal Schadenfreude, Istilah Bahagia di Atas Penderitaan Orang Lain

By Hanny Nur Fadhilah, Sabtu, 29 Januari 2022 | 08:00 WIB
Ilustrasi penderita schadenfreude. (iStock via copepsychiatry)

Nationalgeographic.co.id - Bagaimana perasaan Anda ketika rekan kerja Anda tidak mendapatkan promosi yang mereka bicarakan di tempat kerja? Atau ketika temanmu dengan berlinang air mata mengumumkan bahwa hubungan mereka telah berakhir?

Jika Anda memiliki perasaan yang saling bertentangan di sini, Anda tidak sendirian. Sebagian besar dari kita mungkin ragu-ragu menjawab pertanyaan tersebut.

Apakah kita menunjukkan empati atas kemalangan mereka? Atau apakah kita mengalami kesenangan sesat dari kabar tersebut? Ya ini lah yang dinamakan schadenfreude. Dikutip Psychology Today, dalam bahasa Jerman secara harfiah berarti "membahayakan kegembiraan" dan mengacu pada tindakan menikmati kemalangan orang lain.

Mungkin pertanyaan yang harus kita tanyakan adalah, apa faktor mendasar yang membuat kita merasakan satu emosi di atas yang lain?

Menurut sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam Personality and Individual Differences, jawabannya mungkin hanya bermuara pada apakah Anda menyukai seseorang atau tidak.

Dalam studi tersebut, peneliti mengamati reaksi terhadap subjek uji yang terlibat dalam berbagai tugas perjudian di mana mereka menang, kalah, atau menonton orang asing bermain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika penjudi adalah orang asing atau orang yang disukai, maka semua subjek menunjukkan empati.

Baca Juga: Mengajarkan Rasa Empati Mampu Meningkatkan Kreativitas Anak-anak

Namun, ketika pemain tidak disukai, subjek dengan kecenderungan pro-diri (yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi) lebih mungkin mengalami schadenfreude dibandingkan dengan mereka yang lebih pro-sosial (atau lebih cenderung mengejar keuntungan kolektif untuk diri mereka sendiri dan lebih menunjukkan empati kepada pemain lainnya).

Jadi, bagaimana emosi Anda dibentuk ketika menyukai seseorang bukanlah fenomena yang hanya berlaku untuk orang dewasa. Pada tahun 2015, peneliti menganalisis apakah bisa kesukaan serupa ada pada anak-anak dengan mengajukan pertanyaan kepada mereka tentang berbagai cerita berbasis gambar, di mana karakter utama mengalami semacam kemalangan. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak berusia 4 tahun dapat mengalami schadenfreude dan simpati tergantung pada situasinya.

Seperti orang dewasa dari penelitian sebelumnya, anak-anak lebih simpatik (perilaku pro-sosial) ketika protagonis disukai, serta ketika mereka lebih positif secara moral dan ketika jelas bahwa hal-hal buruk yang terjadi pada mereka bukan kesalahan mereka. Di sisi lain, anak-anak merasa schadenfreude ketika protagonis tidak disukai, jika mereka tidak bermoral, dan jika mereka bersalah atas kemalangan mereka.

Namun apakah berbahaya untuk merasakan "kegembiraan yang merugikan" terhadap seseorang yang layak mendapatkannya?

Baca Juga: Bukan Sekadar Bahan Bacaan, Buku Mampu Pengaruhi Perilaku Sosial Anda